BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu pembinaan yang dilakukan
oleh orang dewasa terhadap anak. Usaha pendidikan ini bisa terjadi di dalam
lingkungan keluarga, sekolah ataupun di dalam lingkungan masyarakat. Dengan
kata lain pendidikan itupun dapat diartikan sebagai interaksi individu dengan
lingkungannya, baik secara formal di sekolah, ataupun di luar sekolah ,menuju
kea rah kedewasaan. Sasaran pendidikan nasional ditetapkan berdasarkan
Undang-Undang.
Menurut
Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I
pasal (1) :
“Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.”
Berdasarkan
undang-undang tersebut, maka sasaran pendidikan nasional adalah untuk membantu
siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya, membangun kecerdasan ,
berakhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara. Terkait dengan pencapaian sasaran yang diamanatkan UU, maka
diperlukan proses pembelajaran di Sekolah Dasar. Pelaksanaan pembelajaran
bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di
Sekolah dasar, khususnya di sekolah inklusi.
Sasaran
mata pelajaran Bahasa Indonesia menurut KTSP (Depdiknas 2006:300) adalah
“berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik
secara tulisan maupun lisan”. Hal ini berarti bahwa hakikat belajar bahasa
adalah berkomunikasi baik dengan lisan maupun dengan tulisan. Komunikasi secara
lisan berarti menyampaikan pesan dari penyampai pesan kepada penerima pesan
dnegan cara lisan/berbicara langsung ataupun bertelepon, sedangkan komunikasi
tulisan memiliki arti menyampaikan suatu pesan dari penyampai pesan kepada
penerima pesan melalui tulisan dengan surat-menyurat.
Menulis
merupakan salah satu ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia selain
mendengarkan, berbicara dan membaca yang diajarkan di Sekolah Dasar. Hal ini
ditegaskan dalam KTSP (Depdiknas: 2006) bahwa “ruang lingkup mata pelajaran
Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra
yang meliputi aspek-aspek mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis”. Hal tersebut juga merupakan upaya yang
dilakukan oleh seluruh pendidik untuk mencanangkan program gerakan literasi di
sekolah.
Salah
satu kompetensi dasar yang harus dilakukan siswa Sekolah Dasar kelas IV adalah
pembelajaran “menulis petunjuk”. Ditegaskan pada Kurikulum 2006 (Depdiknas,
2006:37), “Menulis petunjuk merupakan salah satu kompetensi dasar untuk aspek
kemampuan berbahasa subaspek menulis dengan indicator menuliskan petunjuk untuk
melakukan sesuatu atau penjelasan tentang cara membuat sesuatu.
Siswa
yang mempunyai keterbatasan dengan spesifikasi Autis ringan kelas IV sekolah
dasar diharapkan mampu menulis petunjuk dengan baik dan benar, dengan
kaidah-kaidah yang sesuai dengan penulisan petunjuk. Baik menulis petunjuk
melakukan sesuatu dengan penulisan petunjuk. Baik menulis petunjuk melakukan
sesuatu ataupun petunjuk membuat sesuatu. Menurut hasil observasi awal di SDN
Inklusi Pelita Bangsa di Kabupaten Lumajang, ternyata masih banyak siswa autis
kelas IV yang belum mampu menulis petunjuk dengan benar, petunjuk membuat
sesuatu ataupun petunjuk melakukan sesuatu. Ketidakmampuan menulis petunjuk
pada peserta didik autis ringan kelas IV di Sekolah Dasar Inklusi disebabkan
oleh berbagai faktor. Bisa karena faktor siswa sendiri yang menganggap bahwa
pelajaran Bahasa Indonesia adalah pelajaran yang menjenuhkan atau membosankan,
dan bisa juga disebabkan karena faktor guru yang tidak menggunakan media
pembelajaran yang inovatif dan dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam
belajar. Tanpa media yang menunjang materi pembelajaran, siswa merasa
kebingungan memulai menulis petunjuk. Salah satu cara awal untuk pengajaran
menulis petunjuk siswa autis ringan di Sekolah Dasar Negeri Inklusi Pelita
Bangsa kelas IV adalah membiasakan siswa untuk menulis dengan bantuan teknik
dan media yang menyenangkan serta mampu memotivasi siswa untuk gemar menulis.
Untuk mengembangkan keterampilan menulis petunjuk siswa autis ringan di kelas
IV SDN Inklusi Pelita Bangsa di Lumajang, peneliti merasa perlu dibantu dengan
penggunaan media gambar yang berupa poster petunjuk melakukan sesuatu yang
nantinya menjadi bahan siswa autis untuk menuangkan hasil pengamatannya pada
gambar poster tersebut ke dalam bentuk menulis petunjuk. Dengan media poster,
diharapkan akan mempermudah siswa untuk menulis petunjuk melakukan sesuatu
Sejalan
dengan permasalahan tersebut, peniliti ingin mengadakan uji coba penggunaan
media poster dalam mengajar Bahasa Indonesia pada topic “menulis petunjuk”
untuk siswa autis ringan di kelas IV Sekolah Dasar. Akankah ada perbedaan
menulis petunjuk melakukan sesuatu sebelum menggunakan media poster dan sesudah
menggunakan media poster? Dan bagaimana peningkatan keterampilan petunjuk
melakukan sesuatu dengan media poster?
Adapun
judul penelitian yang sudah ditetapkan oleh peneliti yaitu ”Peningkatan Keterampilan Menulis Petunjuk Melakukan Sesuatu dengan
Media Poster pada Siswa Autis Ringan Kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa
Kabupaten Lumajang”
1.2
Rumusan Masalah
Berorientasi terhadap tujuan yang hendak dicapai,
maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan, sebagai berikut ;
1. Berapa besar peningkatan keterampilan menulis petunjuk
melakukan sesuatu pada siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa
Kabupaten Lumajang dengan media poster?
2. Bagaimanakah perubahan perilaku siswa autis ringan kelas IV di
SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang setelah mengikuti pembelajaran
menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster?
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi
tentang :
1.
Menentukan besaran peningkatan keterampilan menulis petunjuk
melakukan sesuatu pada siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa
Kabupaten Lumajang dengan media poster.
2.
Mendeskripsikan perubahan perilaku siswa autis ringan kelas IV
di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang setelah mengikuti pembelajaran
menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan metode investigasi kelompok dan media
video pembelajaran
1.4
Batasan Penelitian
Dalam
penelitian di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang ini peneliti hanya
membatasi pada hal-hal tertentu saja yaitu :
1.
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang
dimaksud adalah pembelajaran yang mengajarkan tentang pemberian media poster
untuk melatih siswa autis ringan di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten
Lumajang.
dalam menulis petunjuk melakukan
sesuatu.
2.
Penelitian ini hanya menggunakan sampel
siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang
tahun pelajaran 2016/2017.
1.5
Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Praktis
a. Bagi
siswa
Dengan diadakannya penelitian ini,
diharapkan siswa selalu termotivasi untuk menulis. Dengan menggunakan media
dalam pembelajaran, siswa akan lebih bersemangat untuk menulis.. Khususnya pada materi menulis
petunjuk melakukan sesuatu.
b. Bagi
Guru
Mendorong guru untuk menciptakan
proses belajar mengajar, khususnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan
untuk keseluruhan mata pelajaran pada umumnya.
c. Bagi
Peneliti
Sebagai wahana latihan pengembangan
ilmu pengetahuan melalui kegiatan penelitian.
2. Manfaat
Teoritis
Menurut Sugiyono (2010:397),
“manfaat yang bersifat teoritis merupakan manfaat pada hal pengembangan ilmu:.
Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman, terutama untuk mengembangkan bidang ilmu pendidikan khususunya
kajian peningkatan keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media
poster pada siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten
Lumajang.
1.6 Asumsi
Menurut PPKI (2000: 13) “asumsi penelitian adalah
anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berfikir dan
dalam melakukan penelitian”.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan
beberapa asumsi dasar sebagai berikut :
- Siswa autis mengikuti pelajaran dengan
sungguh-sungguh karena yang bertindak sebagai pengajar adalah guru pendidikan
khusus di kelas khusus.
- Guru pendidikan khusus pada SDN inklusi
Pelita Bangsa sudah mengenal media yang akan diberikan kepada siswa autis.
- Dari pihak sekolah sudah memiliki sarana
dan prasarana yang mendukung penelitian, contohnya : Kelas khusus untuk siswa
berkebutuhan khusus.
-
Kelas yang dijadikan bahan penelitian
mempunyai kestabilan yang baik, dalam artian suasana ruang kelas maupun
lingkungan kelas mendukung untuk dilakukannya penelitian.
-
Penerapan media poster dapat
meningkatkan kemampuan literasi siswa autis ringan di SDN Inklusi Pelita Bangsa Lumajang
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Hakikat Media Pembelajaran
Media
adalah bentuk jamak dari medium yang
berasal dari bahasa latin medius yang
berarti tengah. Dalam bahasa Indonesia kata
medium diartikan sebagai “antara’
atau “sedang” (Latuheru, 1988: 14). Pengertian media pembelajaran menurut
Latuheru (1988: 14) media pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda
yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar, dengan maksud menyampaikan
pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada
penerima (dalam hal ini anak didik atau warga belajar). Berdasarkan pendapat
ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran alat bantu untuk
menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima.
Sadiman
(2008: 7) menjelaskan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam hal
ini adalah proses merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta
perhatian siswa sehingga proses belajar dapat terjalin. Berdasarkan pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang
digunakan oleh guru sebagai alat bantu mengajar. Dalam interaksi pembelajaran,
guru menyampaikan pesan ajaran berupa materi pembelajaran kepada siswa.
Selanjutnya Schramm (dalam Putri,
2011: 20) media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah alat
bantu yang dapat digunakan untuk pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, dapat disimpulkan pengertian media pembelajaran sebagai alat bantu
mengajar untuk menyampaikan materi agar pesan lebih mudah diterima dan
menjadikan siswa lebih termotivasi dan aktif.
2.2 Fungsi Media
Sudrajat
(dalam Putri, 2011: 20) mengemukakan fungsi media diantaranya yaitu:
a) media pembelajaran dapat mengatasi
keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para siswa
b) media pembelajaran dapat melampaui
batasan ruang kelas
c) media pembelajaran memungkinkan
adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan
d) media menghasilkan keseragaman
pengamatan
e) media dapat menanamkan konsep dasar
yang benar, kongkrit , dan realistis
f) media membangkitkan motivasi dan
merangsang anak untuk belajar
g) media memberikan pengalaman yang
integral/menyeluruh dari yang kongkrit sampai dengan abstrak.
Fungsi
media yang dipaparkan oleh Sudrajat tersebut dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran berfungsi untuk membantu mengatasi hambatan yang terjadi saat
pembelajaran didalam kelas.
Hamalik
(dalam Arsyad, 2002: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam
proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada
tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses
pembalajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Di samping
membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu
siswa menigkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya,
memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi. Paparan fungsi media
pengajaran Hamalik di atas menekankan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam
kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi dan keinginan belajar
siswa serta siswa dapat tertarik dan lebih mudah memahami materi yang
disampaikan.
Derek
Rowntree (dalam Rohani, 1997: 7-8) memaparkan media pembelajaran berfungsi
membangkitkan motivasi belajar, mengulang apa yang telah dipelajari,
menyediakan stimulus belajar, mengaktifkan respon peserta didik, memberikan
balikan dengan segera dan menggalakkan latihan yang serasi. Pendapat Derek
Rowntree di atas tentang fungsi media pembelajaran dapat diketahui bahwa media
pembelajaran memiliki fungsi untuk meningkatkan keinginan dan memberikan
rangsangan kepada siswa untuk belajar.
Media
pengajaran, menurut Kemp dan Dayton (dalam Arsyad, 2002: 20-21) dapat memenuhi
tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok atau
kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu:
a) memotivasi minat dan tindakan adalah
melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar untuk bertindak.
b) menyajikan informasi berfungsi
sebagai pengantar ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang.
c) memberi instruksi dimana informasi
yang terdapat dalam bentuk atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata
sehingga pembelajaran dapat terjadi.
Pendapat Kemp
dan Dayton (dalam
Arsyad, 2002: 20-21)
tentang fungsi media pengajaran menekankan bahwa media pengajaran dapat
memberikan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan informasi,
memberikan instruksi untuk menarik siswa agar bertindak dalam suatu aktivitas.
Berdasarkan
beberapa paparan fungsi media di atas, dapat disimpulkan bahwa media dapat
meningkatkan motivasi, rangsangan dan mempermudah siswa dalam memahami materi
yang disampaikan.
2.3 Manfaat Media
Pembelajaran
Brown
(1983:17) menyatakan bahwa “educational
media of all types incresaingly
important roles in enabling students to reap benefits from individualized
learning”, semua jenis media pembelajaran akan terus meningkatkan peran untuk memungkinkan siswa memperoleh manfaat
dari pembelajaran yang berbeda. Menggunakan media pembelajarn secara efektif akan
menciptakan suatu proses belajar mengajar yang optimal. Pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan salah satu bagian penting
dari proses pembelajaran. Media pembelajaran memberikan manfaat dari pendidik
maupun peserta didik.
Arsyad
(2002 : 26) mengemukakan manfaat media media pengajaran dalam proses belajar
mengajar sebagai berikut.
1) Media pengajaran dapat memperjelas
penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan
proses dan hasil belajar.
2) Media pengajaran dapat meningkatkan
dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar,
interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya, dan
memungkinkan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan
minatnya.
3) Media pengajaran dapat mengatasi
keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
4) Media pengajaran dapat memberikan
kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan
mereka, serta memungkinkan terjadinyya interaksi langsung dengan guru,
masyarakat, dan lingkungan.
Pendapat
Arsyad tentang manfaat media pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran dapat membantu proses belajar mengajar. Penyampaian pesan dan isi
pelajaran dapat diterima baik oleh siswa.
Menurut Latuheru (1988: 23) manfaat
media pembelajaran yaitu:
1) media pembelajaran menarik dan
memperbesar perhatian anak-anak didik terhadap materi pengajaran yang
disajikan.
2) media pembelajaran mengurangi,
bahkan dapat menghilangkan adanya verbalisme.
3) media pembelajaran mengatasi
perbedaan pengalaman belajar berdasarkan latar belakang sosial ekonomi dari
anak didik.
4) media pembelajaran membantu
memberikan pengalaman belajar yang sulit diperoleh dengan cara yang lain.
5) media pembelajaran dapat mengatasi
masalah batas-batas ruang dan waktu.
6) media pembelajaran dapat membantu
perkembangan pikiran anak didik secara teratur tentang hal yang mereka alami.
7) media pembelajaran dapat membantu
anak didik dalam mengatasi hal yang sulit nampak dengan mata.
8) media pembelajaran dapat menumbuhkan
kemampuan berusaha sendiri berdasarkan pengalaman dan kenyataan.
9) media pembelajaran dapat mengatasi
hal/peristiwa/kejadian yang sulit diikuti oleh indera mata.
10) media pembelajaran memungkinkan
terjadinya kontak langsung antara anak didik, guru, dengan masyarakat, maupun
dengan lingkungan alam di sekitar mereka
Paparan
tentang manfaat media oleh Latuheru dapat disimpulkan bahwa media bermanfaat
untuk mengatasi permasalan yang dialami guru dan siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa memanfaatkan media pembelajaran
adalah membantu dalam penyampaian bahan pengajaran kepada siswa untuk
meningkatkan kualitas siswa yang aktif dan interaktif sehingga dapat mendukung
kelancaran kegiatan pembelajaran disekolah.
2.4 Jenis-jenis Media
Media
Pembelajaran menurut taksonomi Leshin, dkk (dalam Arsyad, 2002: 79-101) adalah
sebagai berikut.
a. Media berbasis manusia
Media
berbasis manusia merupakan media yang digunakan untuk mengirim dan
mengkomunikasikan peran atau informasi
b.
Media
berbasis cetakan
Media
pembelajaran berbasis cetakan yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku
penuntun, buku kerja atau latihan, jurnal, majalah, dan lembar lepas.
c. Media berbasis visual
Media
berbasis visual (image) dalam hal
ini memegang peranan yang sangat penting
dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat
ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan
hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.
d. Media berbasis Audivisual
Media
visual yang menggabungkan penggunaan suara memerlukan pekerjaan tambahan untuk
memproduksinya. Salah satu pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio-visual adalah penulisan naskah dan
storyboadr yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan dan penelitian.
e. Media berbasis komputer
Komputer
memilih fungsi yang berbeda-beda dalam bidang pendidikan dan latihan komputer
berperan sebagai manajer dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer Managed Instruction (CMI).
Modus ini dikenal sebagai Computer
Assisted Instruction (CAI). CAI mendukung pembelajaran dan pelatihan, akan
tetapi ia bukanlah penyampai utama materi pelajaran.
Jenis-jenis
media menurut Bretz (dalam Widyastuti dan Nurhidayati, 2010: 17-18)
mengklasifikasikan media ke dalam tujuh kelompok yaitu.
1. Media
audio, seperti: siaran berita bahasa Jawa dalam radio, sandiwara bahasa Jawa
dalam radio, tape recorder beserta
pita audio berbahasa Jawa.
2.
Media
cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri
3.
Media
visual diam, seperti: foto, slide,
gambar
4.
Media
visual gerak, seperti: film bisu, movie
maker tanpa suara, video tanpa suara
5.
Media
audio semi gerak, seperti: tulisan jauh bersuara
6.
Media
audio visual diam, seperti: film rangkai suara, slide rangkai suara
7.
Media
audio visual gerak, seperti: film dokumenter tentang kesenian Jawa
atau
seni pertunjukan tradisional,
video kethoprak, video
wayang, video campursari.
Henich
(dalam Widyastuti dan Nurhidayati, 2010: 19) mengklasifikasikan media secara
lebih sederhana, yaitu
1.
media
yang tidak diproyeksikan
2.
media
yang diproyeksikan
3.
media
audio
4.
media
video
5.
media
berbasis komputer
6.
multimedia kit.
Berdasarkan beberapa pandangan di
atas mengenai jenis-jenis media
pengajaran maka dapat disimpulkan
bahwa media dapat dikategorikan menjadi tujuh
jenis media yaitu
media audio, media
visual, media audio
visual dan multimedia.
2.5
Prinsip-Prinsip Pemilihan Media
Menghasilkan suatu produk media pembelajaran yang baik makadiperlukan prinsip dalam pemilihan
media. Setyosari (2008: 22) mengidentifikasi prinsip- prinsip media sebagai
berikut:
1. identifikasi
ciri-ciri media yang diperhatikan sesuai dengan kondisi, unjuk kerja (performance) atau tingkat setiap tujuan
pembelajaran,
2.
identifikasi
kerakteristik siswa (pembelajar) yang memerlukan media pembelajaran khusus,
3. identifikasi karakteristik lingkungan
belajar berkenaan dengan media pembelajar yang akan digunakan,
4. identifikasi pertimbangan praktis yang
memungkinkan media mana yang mudah dilaksanakan,
5. identifikasi faktor ekonomi dan organisasi
yang menentukan kemudahan penggunaan media pembelajaran.
Menggunakan
media harus memperhatikan prinsip pemilihan media terlebih dahulu.
Prinsip-prinsip dalam pemilihan media pembelajaran menurut Saud (2009: 97)
adalah sebagai berikut:
a. tepat guna, artinya media
pembelajaran yang digunakan sesuai dengan kompetensi dasar,
b. berdaya guna, artinya media
pembelajaran yang digunakan mampu meningkatkan motivasi siswa,
c. bervariasi, artinya media
pembelajaran yang digunakan mampu mendorong sikap aktif siswa dalam belajar.
Prinsip-prinsip media
yang dipaparkan oleh
Saud tersebut mengidentifikasikan
bahwa media yang tepat guna, berdaya guna, dan bervariasi dapat menjadi suatu
media pembelajaran yang baik. Isi media yang dirancang sesuai dengan desain
pembelajaran dapat menjadikan media berkualitas. Media yang berkualitas akan
menumbuhkan ketertarikan bagi peserta didik untuk belajar menggunakan media.
Berdasarkan pendapat para ahli
tersebut, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pemilihan media harus
diperhatikan dengan baik, sehingga dapat menghasilkan suatu media pembelajaran
yang menarik dengan materi yang tepat. Belajar menggunakan media pembelajaran
menjadi optimal. Media pembelajaran yang baik adalah media pembelajaran yang
mampu membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip-prinsip
pembuatan media harus memperhatikan beberap faktor. Faktor yang diperhatikan
(1) perangkat pembelajaran, (2) lingkungan belajar, (3) tempat belajar, (4)
ekonomi sosial budaya.
2.6 Pengertian Media
Poster
Poster
menurut Arsyad (2007) merupakan media visual dua dimensi berisikan gambar dan
pesan tertulis yang singkat. Poster tidak hanya penting untuk menyampaikan
pesan-pesan tertentu tetapi mampu pula untuk mempenggaruhi dan memotivasi
tingkah laku orang yang melihatnya. Poster adalah salah satu media yang terdiri
dari lambang kata atau simbol yang sangat sederhana, dan pada umumnya
mengandung anjuran atau larangan (Depdikbud, 1988:50). Menurut Sudjana dan
Rivai (2002:51) poster adalah sebagai kombinasi visual dari rancangan yang
kuat, dengan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang
yang lewat tetapi cukup lama menanamkan gagasan yang berarti didalam
ingatannya. Poster disebut juga plakat, lukisan atau gambar yang dipasang telah
mendapat perhatian yang cukup besar sebagai suatu media untuk menyampaikan
informasi, saran, pesan dan kesan, ide dan sebagainya (Rohani, 1997:76-77).
Pada prinsipnya poster itu merupakan gagasan yang dicetuskan dalam bentuk
ilustrasi gambar yang disederhanakan yang dibuat dalam ukuran besar, bertujuan
untuk menarik perhatian, membujuk, memotivasi atau memperingatkan pada gagasan
pokok, fakta atau peristiwa tertentu.
2.7 Fungsi/ Manfaat Media Poster
- Memperjelas penyajian suatu pesan
yang dramatik sehingga memikat perhatian.
- Mengatasi keterbatasan ruang,
waktu dan daya indera seperti:
a. Poster bisa ditempel diruang kelas, sehingga membantu dalam proses
pembelajaran
b. Poster memiliki daya tarik untuk memikat perhatian dalam sekali lihat.
c. Konsep yang terlalu luas dapat divisualkan dalam bentuk poster.
d. Objek terlalu besar, dapat digantikan dengan realita yang di gambar di
poster.
- Dapat mempenggaruhi masyarakat
untuk membeli suatu barang.
- Memberikan informasi baru
secara singkat dan mengingatkan suatu pesan yang berkaian.
- Dapat digunakan dalam proses
pembelajaran sehingga proses belajar terasa menyenangkan dan tidak
membosankan, memberikan perangsang yang sama, menyamakan pengalaman,
menimbulkan persepsi yang sama
2.8 Ciri/
Karakter Media Poster
1.
Poster
tidak saja penting untuk menyampaikan pesan atau kesan tertentu akan tetapi
mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang
melihatnya. Ciri-ciri poster yang baik
adalah, Sederhana, menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan
pokok, berwarna, slogan yang ringkas dan jitu, ulasannya
jelas, motif dan desain bervariasi
2. Gambar yang memiliki sifat persuasif tinggi karena menampilkan
suatu persoalan (tema) yang menimbulkan perasaan kuat terhadap khalayak dengan
menyatukan gambar, warna, tulisan, dan kata-kata.
3. Menyampaikan pertanyaan terhadap persoalan, bukan memberikan solusi
atau jawabannya. Inilah yang membuat poster berbeda dengan ilustrasi biasa. Poster yang baik harus dinamis,
menonjolkan kualitas.
4.
Poster
harus sederhana tidak memerlukan pemikiran bagi pengamat secara rinci, harus
cukup kuat untuk menarik perhatian, bila tidak, akan hilang kegunaanya.
Kesederhanaan disain dan sedikit kata-kata yang dipergunakan mencirikan
poster-poster yang berwatak kuat.
5. Pada prinsipnya poster itu merupakan gagasan yang dicetuskan dalam
bentuk ilustrasi gambaryang disederhanakan yang dibuat dalam ukuran besar,
bertujuan untuk menarik perhatian membujuk, memotivasi atau memperingatkan pada
gagasan pokok, fakta atau peristiwatertentu.
5.
Poster
yang baik hendaknya meliputi : Sederhana, menyajikan satu ide dan untuk menapai
satu tujuan pokok, Berwarna, sloganya ringkas dan jitu, tulisanya jelas, motif
dan disain bervariasi(Dr. Arief , Sadiman, Dkk, Op Cit,
Hal 47).
2.9 Cara Membuat Media Poster
Prosedur umum dalam membuat media Poster dapat
dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
Pertama, mengidentifikasi program, dalam hal
ini tentukanlah : Nama mata pelajaran, pokok bahasan dan sub pokok bahasan,
tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan, dan sasaran, sasaran yang
dimaksud di sini adalah siswa yang akan menggunakan media poster posisinya
berada di kelas berapa, dan semester berapa.
· Kedua, mengkaji literatur, dalam
membuat media poster ini guru selanjutnya menentukan isi materi yang akan
disajikan pada poster tersebut. Perlu diketahui bahwa menentukan isi yang akan
disajikan pada media poster perlu di kemas sedemikian rupa sehingga materi
pelajaran dapat divisualisasikan lebih tepat, merangkum materi yang disampaikan,
jelas dan menarik minat dan perhatian siswa.
· Ketiga,
membuat naskah. Naskah untuk media poster berisi sketsa visual yang akan
ditampilkan berisi objek gambar, grafik, diagram, objek foto dan isi pesan
visual dalam bentuk teks. Naskah untuk media poster bisa di isi dengan tema,
gambar/visual, tulisan, warna, yang jelas dan meninjol. Naskah media
poster tidak selengkap media audio dan video, namun cukup mempersiapkannya
dalam bentuk sketsa atau outline visual. Sketsa berhubungan dengan bentuk
objek, banyaknya objek dan jenis objek yang akan divisualisasikan. Dalam
naskah, objek tidak dibuat secara utuh namun dalam bentuk sketsa menggunakan
pensil atau spidol warna hitam. Outline visual, berhubungan dengan
komposisi dan pengaturan penempatan setiap objek yang ditampilkan, misalnya
teks akan ditempatkan dimana, apa isi teksnya, berapa karakternya. Begitu juga
dengan gambar, foto atau grafis, bagaimana penempatannya, sehingga terlihat
harmonis.
Kegiatan
Produksi, media Poster dapat dibuat secara manual atau
menggunakan komputer. Cara manual berarti diperlukan keterampilan khusus untuk
menggambar, melukis atau membuat dekorasi objek grafis. Bahan-bahan yang
digunakan berupa media kanvas atau kertas, cat air atau cat minyak, kuas,
minyak, berbagai bentuk dan bahan kertas, spon, steryoform, dan lain-lain. Cara
kedua menggunakan komputer grafis menggunakan software aplikasi MS Word, Corel
Draw, Power Point, Photo Shop, yang pengolah dalam bentuk gambar dan dicetak
secara digital menggunakan printer warna.
Implikasi Dalam Pembelajaran
Poster
yang digunakan disekolah memerlukan daya tarik untuk memikat perhatian dalam
sekali lihat. Poster yang memikat adalah perpaduan antara menyenagkan serta
menarik hati, kedua-duanya merupakan unsure yang kuat dalam belajar ( Ibid,hal
54).
Pada dasarnya media poster ini dapat
kita gunakan hampir pada seluruh materi pada semua mata pelajaran akan tetapi
materi yang bisa menggunakan media poster adalah materi – materi yang dalam
penyajiannya dapat menggunakan gambar atau visual.
2.10 Tujuan
Tujuan di gunakan media poster adalah :
1. Dalam
Pengajaran, bertujuan sebagai dorongan atau motivasi kegiatan belajar siswa,
poster dapat meranggsang anak untuk mempelajari lebih jauh dan ingin lebih tahu
hakekat dari pesan ynag di sampaikan melalui poster terebut.
2. Sebagai
alat bantu bagi guru sehingga diharapkan siswa lebih kreatif dan partisipasi.
2.11 Kelebihan Media Poster
1.
Dalam
Pembuatan :
- Dapat
dibuat dalam waktu yang relatif singkat.
- Bisa dibuat manual (gambar sederhana).
- Tema bisa mengangkat realitas masyarakat.
2.
Dalam
penggunaan:
·
Dapat
menarik perhatian khalayak.
·
Bisa
digunakan untuk diskusi kelompok maupun pleno.
·
Bisa
dipasang (berdiri sendiri).
3.
Poster
berukuran besar, sehingga mudah dan menarik untuk dibaca dan dilihat.
4.
Poster
mempunyai bentuk tulisan yang singkat, padat dan tidak. memerlukan waktu yang lama untuk membaca dan memahaminya.
5.
Poster
dapat ditempel atau diletakkan di mana saja serta meniliki kata-kata yang
menarik untuk dibaca.
2.11 Kelemahan Media Poster
1.
Dalam
Pembuatan :
·
Butuh
ilustrator atau keahlian menggambar kalau ingin sebagus karya profesional.
·
Butuh
penguasaan komputer untuk tata letak ( lay-out).
·
Kalau dicetak biayanya mahal.
2.
Dalam
Penggunaan:
·
Pesan
yang disampaikan terbatas.
·
Perlu keahlian untuk menafsirkan.
·
Beberapa poster perlu keterampilan
membaca-menulis.
3.
Poster
harus ditempel pada tempat dan lokasi yang strategis.
4.
Membutuhkan
kertas atau papan (tempat yang besar).
5.
Hanya
menekankan persepsi indera mata
6.
Media
poster berdimensi dua, sehingga sukar untuk melukiskan sebenarnya.
2.12 Hakikat Menulis Petunjuk
Pengertian Menulis Petunjuk
Kemampuan
menulis adalah satu keterampilan yang diajarkan di sekolah dasar. Keterampilan
menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa yang
mempunyai peranan penting didalam kehidupan manusia.
Menurut
Yeti Mulyati, dkk menyebutkan bahwa “Menulis adalah suatu kegiatan menurunkan
atau melukiskan lambang-lambang grafis dari suatu bahasa yang disampaikan
kepada orang lain (pembaca) sehingga orang lain (pembaca) itu dapat membaca dan
memahami lambing-lambang grafis tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh si
penyampainya” (Mulyati,Teti dkk, 2010:7.4).
Sedangkan H.G Tarigan (1982:21) mengatakan bahwa :
“menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu suatu bahasa yang
dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran
grafik tersebut”.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu
bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain
yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya.
Menurut Tarigan (Meilan,Arsanti
blogZ) menyatakan bahwa “petunjuk berarti ketentuan yang memberi arah atau
bimbingan bagaimana sesuatu harus dilakukan. Petunjuk dibagi atas petunjuk
lisan dan petunjuk tulis”.
Adapun pengertian petunjuk menurut
Kamus Inggris Indonesia (dalam Artikata) “petunjuk adalah ketentuan yang
memberi arah atau bimbingan , bagaimana sesuatu harus dikalukan”.
Berdasarkan pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa petunjuk adalah nasihat, ajaran, dan
ketentuan-ketentuan yang patut dituruti untuk melakukan, menggunakan, dan
membuat sesuatu. Mengacu pada pengertian-pengertian petunjuk, maka dapat
dirumuskan bahwa pengertian menulis petunjuk adalah suatu kegiatan
menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan dalam bentuk tulisan yang bertujuan
untuk memberikan ketentuan-ketentuan tentang sesuatu agar dapat dilakukan oleh
orang lain dengan baik dan benar. Petunjuk yang baik haruslah komunikatif dan
mudah dipahami.
2.13 Macam – macam Petunjuk
Depdiknas (dalam Meilan, Arsanti
blogZ, 2011) menjelaskan bahwa “petunjuk dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
petunjuk melakukan sesuatu,
petunjuk menggunakan sesuatu, dan petunjuk membuat sesuatu.”
Petunjuk
melakukan sesuatu
adalah ketentuan-ketentuan yang patut dituruti dalam melakukan sesuatu,
misalnya mencoblos dalam pemilu, cara mengerjakan soal, dan sebagainya. Petunjuk
menggunakan sesuatu adalah ketentuan-ketentuan yang harus dituruti atau
diperhatikan dalam menggunakan sesuatu. Misalnya cara menggunakan komputer atau
alat-alat elektronik lainnya, aturan pakai dalam menggunakan sesuatu produk,
dan lain-lain. Jenis petunjuk yang ketiga adalah petunjuk membuat sesuatu
adalah arah, bimbingan, pedoman atau ketentuan-ketentuan yang harus dituruti
atau diperhatikan dalam membuat sesuatu, misalnya cara membuat bubur ayam, kue
tar, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan “menulis
petunjuk melakukan sesuatu (petunjuk mencuci tangan)” dalam membuat
tes/instrument.
2.14 Syarat-syarat Menulis Petunjuk
Syarat-syarat
sebuah petunjuk adalah harus singkat agar mudah diingat. Petunjuk harus pula
tepat agar tidak terjadi kesalahan menangkap atau memahami isi petunjuk..
Petunjuk yang singkat, tepat, tegas serta harus menunjang kejelasan. Pada
akhirnya petunjuk itu harus memberikan kejelasan bagi para pemakainya (Tarigan
2000:113). Adapun persyaratan yang diperlukan dalam petunjuk menurut Mulyati
(dalam Meilian,Arsanti blogZ 2001) yaitu “petunjuk harus jelas, singkat, dan
tepat”.
2.15 Hakikat Autis
Autisme
bukan suatu penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) terjadi
penyimpangan perkembangan sosial, gangguan kemampuan berbahasa dan kepedulian
terhadap sekelilingnya sehingga anak seperti hidup dalam dunianya sendiri.
Dengan kata lain pada anak autisme terjadi kelainan emosi, perilaku,
intelektual, dan kemauan (Yatim, 2007).
Istilah
autisme berasal dari bahasa Yunani. kata autos
yang berarti diri sendiri dan isme
yang berarti paham. Ini berarti bahwa autisme memiliki makna keadaan yang
menyebabkan anak-anak hanya memiliki perhatian terhadap dunianya sendiri. Autisme
adalah kategori ketidakmampuan yang ditandai dengan adanya gangguan dalam
komunikasi, interaksi sosial, pola bermain, dan perilaku emosi. Gejala autisme
mulai terlihat sebelum anak-anak berumur tiga tahun. Keadaan ini akan dialami
di sepanjang hidup anak-anak tersebut (Muhammad, 2008).
Menurut
Huzaemah (2010), autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang disebabkan
oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada
perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialis, sensoris, dan belajar.
Biasanya gejala sudah mulai tampak sebelum usia anak 3 tahun.
Gulo
(1982), menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan
sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran
subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme disebut orang yang hidup di
“alamnya” sendiri (Muhammad, 2008).
Autisme
menurut para ahli dari National Society
for Children and Adult with Autism adalah
gejala kelainan perilaku yang manifestasinya muncul sebelum usia 30 bulan dengan karakteristik gambaran: 1) gangguan pola dan
kecepatan perkembangan; 2) gangguan respon terhadap berbagai stimuli sensori;
3) gangguan bicara, bahasa, kognisi dan komunikasi nonverbal; dan 4) gangguan
dalam kemampuan mengenal orang, kejadian dan objek (Tsai et al, 2001).
Dari
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan gejala
kelainan perkembangan pada anak yang disebabkan karena kerusakan otak, sehingga
menimbulkan gangguan dalam interaksi sosial, gangguan bicara dan berbahasa,
komunikasi nonverbal, kognisi, dan gangguan perilaku yang cenderung stereotip.
Gangguan ini sudah tampak pada anak di bawah usia 3 tahun.
Perilaku autistik menurut Handojo
(2003), digolongkan menjadi 2 jenis
yaitu:
1. Perilaku yang eksesif (berlebihan)
adalah perilaku yang hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit,
menyepak, menggigit, mencakar dan memukul, dan juga sering menyakiti diri
sendiri.
2. Perilaku yang defisit
(berkekurangan) ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai
(naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk meraih kue), bermain
tidak benar, dan emosi tanpa sebab (misalnya tertawa tanpa sebab, menangis
tanpa sebab).
Penyebab
terjadinya autisme adalah adanya kelainan pada otak (Handojo, 2003). Menurut
Veskariyanti (2008), autisme disebabkan karena kondisi otak yang secara
struktural tidak lengkap, atau sebagian sel otaknya tidak berkembang sempurna,
ataupun sel-sel otak mengalami kerusakan pada masa perkembangannya. Penyebab
sampai terjadinya kelainan atau kerusakan pada otak belum dapat dipastikan,
namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab kelainan tersebut,
antara lain faktor keturunan (genetika), infeksi virus dan jamur, kekurangan
nutrisi dan oksigenasi, obat-obatan serta akibat polusi udara, air, dan
makanan;banyak mengandung Monosodium
Glutamate (MSG), pengawet atau pewarna.
Gangguan
atau kelainan otak tersebut terjadi sejak janin dalam kandungann, yaitu saat
fase pembentukan organ-organ (organogenesis) pada usia kehamilan trimester
pertama (0-4 bulan). Hal ini mengakibatkan neuro-anatomis pada bagian otak
berikut ini: 1) lobus parietalis, menyebabkan anak autisme tidak peduli dengan
lingkungan sekitar; 2) serebelum (otak kecil) terutama pada lobus VI dan VII
menimbulkan gangguan proses sensoris, daya ingat, berpikir, berbahasa dan
perhatian; 3) sistem limbik yang disebut hipokampus dan amigdala. Kelainan pada
hipokampus mengakibatkan gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi
serta fungsi belajar dan daya ingat, sehingga anak autisme kurang dapat
mengendalikan emosi, terlalu agresif atau sangat pasif, timbulnya perilaku atau
gerakan yang diulang-ulang, aneh, dan hiperaktif serta kesulitan menyimpan
informasi baru. Kelainan pada amigdala mengakibatkan gangguan berbagai rangsang
sensoris (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa takut).
Studi
epidemiologi menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali berisiko lebih tinggi dari
wanita. Sementara risiko autisme jika memiliki saudara kandung yang juga
autisme sekitar 3%. Studi lain menunjukkan, saudara kembar dengan jenis kelamin
yang sama tapi merupakan monozigotik, mempunyai risiko 300 kali lebih besar
dari pada dizigotik (Yoder, 2004).
Beberapa
kasus terjadinya anak autisme berhubungan dengan infeksi virus (rubella
kongenital atau cytomegalic inclusion disease), fenilketonuria (suatu
kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan), dan sindroma-x yang rapuh (kelainan
kromosom). Abnormalitas yang paling sering terjadi yaitu duplikasi pada
kromosom 15 dan kromosom seks. Bagian 15q dari kromosom yang didapat secara
maternal ditemukan paling banyak berpengaruh pada individu yang menderita
autisme. Bagian ini juga terlibat dalam basis genetik dari disleksia, salah
satu gambaran klinis spektrum autisme. Bahkan akhir-akhir ini, gen ini
dilaporkan ikut berpartisipasi dalam pengkodean gen 3-gamma-aminobutyric acid (GABA)-A
receptor subunits (Trottier, 1999).
Sedangkan
menurut Budiman (2001), peningkatan kasus autisme selain karena faktor kondisi
dalam rahim seperti terkena virus toksoplasmosis sitomegalovirus, rubella atau
herpes dan faktor herediter, juga diduga karena pengaruh zat-zat beracun,
misalnya timah hitam (Pb) dari knalpot kendaraan, cerobong pabrik, cat tembok,
kadmium (Cd) dari batu baterai, serta air raksa (Hg) yang juga digunakan untuk
menjinakkan kuman untuk imunisasi. Demikian pula antibiotik yang memusnahkan
hampir semua kuman baik dan buruk di saluran pencernaan, sehingga jamur
merajalela di usus. Logam-logam berat yang menumpuk di dalam tubuh wanita
dewasa masuk ke janin lewat demineralisasi tulang lalu tersalur ke bayi melalui
Air Susu Ibu (ASI).
Peresepan
antibiotik yang berlebihan adalah masalah yang tidak dapat dipisahkan dari
autisme dan sudah memicu timbulnya resistensi organisme terhadap antibiotik
sehingga organisme semakin sulit untuk dieradikasi (Jepson, 2003). Selain itu,
penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan
mikroorganisme di tubuh (Herbert, 2002). Anak-anak autisme mempunyai masalah
khusus pada keadaan ini karena pada penelitian akhir-akhir ini menunjukkan
bahwa anak-anak autisme mempunyai aktivitas T-helper
1 Lymphocyte yang rendah (Jepson,
2003). Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Warren (1995) dalam Trottier (1999), anak-anak autisme menunjukkan kelainan
cell-mediated immunity termasuk
kelainan aktivasi sel T dan penurunan jumlah
helper-inducer lymphocytes. Keadaan ini menyebabkan rendahnya kemampuan untuk membersihkan organisme yang
berbahaya dan mengembalikan keseimbangan flora normal intestinal. Ini dapat
menghasilkan pertumbuhan jamur yang berlebihan dan bakteri yang persisten di
saluran cerna mereka. Organisme tersebut dapat mengganggu proses pencernaan
yang normal dan menghasilkan metabolit yang berbahaya yang berbahaya yang pada
akhirnya berpengaruh pada kelakuan autisme (Jepson, 2003).
Secara
umum karakteristik klinik yang ditemukan pada anak autisme menurut Yatim
(2007), meliputi:
1. Sangat lambat dalam perkembangan
bahasa, kurang menggunakan bahasa, pola berbicara yang khas atau penggunaan
kata-kata tidak disertai arti yang normal.
2. Sangat lambat dalam mengerti
hubungan sosial, sering menghindari kontak mata, sering menyendiri, dan kurang
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
3. Ditandai dengan pembatasan aktivitas
dan minat, anak autisme sering memperlihatkan gerakan tubuh berulang, seperti
bertepuk-tepuk tangan, berputar-putar, memelintir atau memandang suatu objek
secara terus menerus.
4. Pola yang tidak seimbang pada fungsi
mental dan intelektual, anak autisme sangat peka terhadap perubahan lingkungan,
dan bereaksi secara emosional. Kemampuan intelektual sebagian besar mengalami
kemunduran atau inteligensia yang rendah dan sekitar 20 persen mempunyai
inteligensia di atas rata-rata.
5. Sebagian kecil anak autisme
menunjukan masalah perilaku yang sangat
menyimpang seperti melukai diri
sendiri atau menyerang orang lain.
Ada
3 kelompok gejala yang harus diperhatikan untuk dapat mendiagnosis autisme,
yaitu dalam interaksi sosial, dalam komunikasi verbal, dan nonverbal serta
bermain dan dalam berbagai aktivitas serta minat. Namun demikian, anak-anak
autisme kemungkinan sangat berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada
derajat kemampuan intelektual serta bahasanya. Baik anak yang mutisme (membisu)
dan suka menyendiri maupun anak yang mampu bertanya dengan tata bahasa yang
benar tapi tidak sesuai dengan situasi yang ada, keduanya mempunyai diagnosis
yang sama, yaitu autisme. Dapat pula terjadi salah diagnosis pada keadaan
fungsi intelektual yang ekstrem (sangat tinggi atau sangat rendah). Hilangnya
tingkah laku yang khas autisme bersamaan dengan meningkatnya usia, membuat
diagnosis autisme yang dibuat setelah masa kanak-kanak lewat, menjadi kurang
dapat dipercaya (Masra, 2002).
Sedangkan
untuk diagnostik anak autisme yaitu berdasarkan kriteria diagnostik menurut ICD – 10 1993 (International Classification
of Disease) dari WHO maupun DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994,
dari grup Psikiatri Amerika (dalam
Kaplan dan Sadock, 2010), keduanya menetapkan kriteria yang sama untuk anak
autisme.
Kriteria
DSM-IV untuk Autisme:
a) Harus ada sedikitnya 6 gejala dari
(1), (2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala
(2) dan (3).
Gangguan
kualitatif dalam interaksi sosial yang timbul balik. Minimal harus ada 2 gejala
dari gejala-gejala ini:
·
Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang
cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup,
gerak-gerik yang kurang setuju.
·
Tidak bisa main dengan teman sebaya.
·
Tidak bisa merasakan apa yang dirasakan
orang lain.
·
Kurangnya hubungan sosial dan emosional
timbal balik.
·
Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi
seperti, minimal 1 dari gejala-gejala di bawah ini:
·
Bicara terlambat atau bahkan sama sekali
tidak berkembang (dan tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara
lain tanpa bicara).
·
Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai
untuk komunikasi.
·
Sering menggunakan bahasa yang aneh dan
diulang-ulang.
·
Cara bermain kurang variatif, kurang
imajinatif dan kurang bisa meniru.
·
Suatu
pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan,
sedikitnya harus ada satu gejala dibawah ini:
·
Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan
cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.
·
Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik
dan rutinitas yang tidak ada gunanya.
·
Ada gerakan-gerakan yang aneh, khas dan
diulang-ulang.
·
Seringkali sangat terpukau pada
bagian-bagian benda.
·
Sebelum
umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang: Interaksi
sosial, bicara dan berbahasa, cara
bermain yang kurang variatif.
·
Bukan
disebabkan oleh Sindrom Rett atau
Gangguan Disintegratif masa kanak.
2.16 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus di uji kebenarannya.
Arikunto (2006 :71) mengatakan bahwa hipotesis adalah suatu kesimpulan itu
belum final, masih harus dibuktikan kebenaranya atau hipotesis adalah jawaban
sementara. Hipotesis juga dapat dikatakan
sebagai kesimpulan sementara suatu hubungan variabel dengan satu atau lebih
variabel lainnya sehingga hipotesis dapat dikatakan sebagai suatu prediksi yang
melekat pada variabel yang bersangkutan. Meskipun demikian, taraf ketepatan
prediksi sangat tergantung pada taraf kebenaran dan ketepatan landasan
teoritis.
Berdasarkan
hal itu, hipotesis penelitian ini adalah penggunaan media poster dapat
meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis petunjuk melakukan sesuatu dan
mengubah perilaku siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa
Lumajang menjadi lebih baik, dari perilaku yang negatif menjadi perilaku yang
positif.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
Penelitian terhadap pembelajaran menulis petunjuk melakukan
sesuatu dengan media poster ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk kajian yang sistematis
reflektif yang dilakukan oleh guru dengan tindakan-tindakan tertentu untuk
memperbaiki dan atau meningkatkan kondisi (praktik-praktik) pembelajaran secara
profesional. PTK dipandang sebagai salah satu cara dalam mengembangkan
kompetensi pendidik dalam menyelenggarakan pembelajaran yang berkualitas.
Ada dua siklus dalam penelitian ini, yaitu proses tindakan
pada pada siklus I dan siklus II. Siklus I digunakan sebagai refleksi untuk
melaksanakan siklus II. Hasil proses tindakan pada siklus II bertujuan untuk
mengetahui peningkatan keterampilan menulis petunjuk setelah dilakukan
perbaikan dalam kegiatan belajar mengajar yang didasarkan pada refleksi siklus
I. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. Proses Tindakan
Siklus I
Proses
tindakan siklus I meliputi tahap perencanaan, tindakan, observasi,dan refleksi.
Keempat tahap tersebut dikemukakan sebagai berikut.
3.1.1 Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap awal penelitian yang
berupa kegiatan menentukan langkah-langkah untuk memecahkan masalah yang
dihadapi pada tahap observasi awal. Hal yang dilakukan pada tahap perencanaan
ini yaitu menyusun rencana pembelajaran sesuai dengan tindakan yang dilakukan
dan menyusun instrumen tes dan nontes. Instrumen tes yaitu tes menulis
petunjuk, sedangkan instrumen nontes yaitu pedoman pengamatan dan monitoring
yang meliputi lembar observasi, pedoman wawancara, catatan harian, angket,
sosiometri, dan mempersiapkan alat perekam. Sebelum melakukan langkah-langkah
tersebut, peneliti melakukan koordinasi dengan guru mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia mengenai kelas yang akan digunakan untuk penelitian, waktu
pelaksanaan penelitian, materi yang diajarkan, dan bagaimana rencana pelaksanaan
penelitiannya. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran dalam penelitian
nantinya dapat berjalan lancar dan baik sesuai dengan yang direncanakan
sebelumnya.
3.1.2 Tindakan
Pada tahap ini,
tindakan yang dilakukan
dalam penelitian merupakan pelaksanaan dari rencana yang telah
dibuat pada tahap perencanaan. Tindakan yang dilakukan yaitu pembelajaran
menulis petunjuk melakukan sesuatu media poster. Tindakan dilaksanakan dalam
dua pertemuan dan setiap pertemuan mencakup tiga tahap yang meliputi kegiatan
awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Pertemuan pertama dimulai pada tahap kegiatan awal,
langkah-langkah yang dilakukan adalah menyiapkan siswa agar siap menerima
pembelajaran dengan baik. Kegiatan ini berupa pemberian ilustrasi mengenai pembelajaran
menulis petunjuk, dan media yang digunakan. Selanjutnya, menyampaikan
tujuan/kompetensi serta manfaat pembelajaran menulis petunjuk yang dicapai pada
hari itu. Tahap berikutnya yakni kegiatan inti, kegiatan pembelajaran menulis
petunjuk dilakukan dengan langkah (1) guru menunjukkan poster tentang cara
pembuatan bunga plastic yang sederhana dan dipahami siswa, (2) siswa bersama
teman sebangkunya mendiskusikan ciri-ciri bahasa petunjuk dan pengertian
petunjuk berdasarkan tayangan yang telah dilihat, (3) guru bersama siswa
melakukan tanya jawab tentang materi (4) siswa menulis petunjuk berdasarkan
investigasi yang telah dilakukan, (5) salah satu siswa dipandu untuk
mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, (6) guru bersama siswa membahas
hasil presentasi, dan (7) guru memberi motivasi kepada siswa, khususnya kepada
siswa yang kurang, bahkan belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir. Kegiatan pembelajaran
menulis petunjuk ditutup dengan guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran yang baru saja dilakukan dan merefleksi kegiatan pembelajaran pada
hari itu.
Pada pertemuan kedua, dimulai pada tahap kegiatan awal,
langkah-langkah yang dilakukan adalah guru menyiapkan siswa agar siap menerima
pembelajaran dengan baik, dan guru menyampaikan tujuan/kompetensi serta manfaat
pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu yang dicapai pada hari itu.
Selanjutnya, pada tahap inti dilakukan kegiatan pembelajaran menulis petunjuk
dengan langkah (1) guru mengingatkan kembali tentang materi pertemuan
sebelumnya dan melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari
tersebut, (2) guru memberikan sebuah topik kepada siswa untuk dibuat sebuah
petunjuk tertulis, (4) siswa mencatat informasi yang penting berdasarkan topik
tersebut, (5) secara individu siswa menulis petunjuk berdasarkan informasi yang
diperolehnya, (6) guru memilih hasil tulisan terbaik untuk dipresentasikan di
depan kelas, (7) guru bersama siswa menanggapi presentasi dari siswa yang maju
dan membahas hasil presentasinya (8) guru memberi motivasi kepada siswa,
khususnya kepada siswa yang kurang, bahkan belum berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir. Kegiatan
pembelajaran menulis petunjuk pada pertemuan kedua ditutup dengan guru bersama
siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang baru saja dilakukan dan merefleksi
kegiatan pembelajaran pada hari itu.
3.1.3
Observasi
Tahap observasi siklus I
dilaksanakan saat proses pembelajaran menulis petunjuk berlangsung. Pengamatan
dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dan keaktifan siswa dari awal sampai
akhir pembelajaran. Observer
mengamati proses pembelajaran dengan mengisilembar
observasi yang telah disiapkan
untuk mendapatkan data aktivitas yang terjadi dalam
pembelajaran, khususnya pengamatan pada aktivitas siswa selama diadakan
pembelajaran pada siklus I. Dalam proses observasi, data diperoleh melalui
data tes dan
nontes. Observasi melalui
data tes dilakukan
untuk mengetahui hasil tes keterampilan menulis petunjuk siswa,
sedangkan data nontes dilakukan untuk mengetahui perilaku siswa selama proses
pembelajaran berlangsung, yaitu dengan pelaksanaan observasi, wawancara,
catatan harian, sosiometri, dan perekaman/dokumentasi foto.
3.1.4 Refleksi
Hasil analisis
observasi, wawancara, catatan harian, angket
sosiometri,
dokumentasi
foto, dan hasil skor tulisan siswa yang diperoleh pada siklus I digunakan
sebagai dasar perbaikan pada siklus II. Jika dalam refleksi ditemukan kekurangan,
maka kekurangan itu dapat diperbaiki pada siklus II dan dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menyusun rencana tindakan untuk diterapkan pada siklus
berikutnya. Hal-hal yang menunjukkan hasil positif akan dipertahankan dan
ditingkatkan intensitasnya.
3.1.5 Proses Tindakan Siklus II
Proses
tindakan pada siklus II meliputi tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Keempat tahap tersebut dikemukakan sebagai berikut.
3.1.6 Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan hal-hal
yang akan dilaksanakan pada siklus II dengan berpedoman pada refleksi pada
siklus I. Sebelum melakukan langkah tersebut, peneliti melakukan koordinasi
dengan guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk membicarakan
hal-hal yang akan diajarkan untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang akan
muncul dalam pembelajaran pada siklus II ini. Adapun rencana yang akan
dilaksanakan adalah membuat perbaikan serta mempersiapkan diri peneliti. Hal
ini dilakukan agar proses pembelajaran dalam penelitian pada siklus II nantinya
dapat berjalan lancar dan baik sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.
3.1.7 Tindakan
Pada tahap ini,
tindakan yang dilakukan
dalam penelitian merupakan pelaksanaan dari rencana yang telah
dibuat pada tahap perencanaan. Tindakan yang dilakukan yaitu pembelajaran
menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan metode investigasi kelompok dan media
video pembelajaran. Tindakan pada siklus II ini adalah perbaikan dari tindakan
yang dilakukan pada siklus I. Tindakan yang dilakukan pada siklus II
dilaksanakan dalam dua pertemuan dan setiap pertemuan mencakup tiga tahap yang
meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Pertemuan pertama dimulai pada tahap kegiatan awal,
langkah-langkah yang dilakukan adalah guru menyiapkan siswa agar siap menerima
pembelajaran dengan baik. Kegiatan ini berupa pemberian ilustrasi mengenai
pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu, , dan media yang digunakan.
Selanjutnya, guru menyampaikan tujuan/kompetensi serta manfaat pembelajaran
menulis petunjuk yang dicapai pada hari itu. Tahap berikutnya yakni kegiatan
inti, kegiatan pembelajaran menulis petunjuk dilakukan dengan langkah (1) guru
menunjukkan poster yang bertuliskan Petunjuk Pembuatan Teh Tradisional untuk
diperhatikan dan dipahami siswa, (2) guru bersama siswa melakukan tanya jawab
tentang materi petunjuk berdasarkan poster yang ditunjukkan pada siklus I dan
siklus II, (3) guru dan siswa membahas materi tentang menyunting petunjuk
tertulis, (4) guru member motivasi kepada siswa, khususnya kepada siswa yang
kurang, bahkan belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Tahap
selanjutnya adalah kegiatan akhir. Kegiatan pembelajaran menulis petunjuk
ditutup dengan guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang baru
saja dilakukan dan siswa merefleksi kegiatan pembelajaran pada hari itu.
Pada pertemuan kedua, dimulai pada tahap kegiatan awal,
langkah yang dilakukan adalah guru menyiapkan siswa agar siap menerima
pembelajaran dengan baik dan menyampaikan tujuan/kompetensi serta manfaat
pembelajaran menulis petunjuk yang dicapai pada hari itu. Selanjutnya, pada
tahap inti dilakukan kegiatan pembelajaran menulis petunjuk yang dilakukan
dengan langkah (1) guru mengingatkan kembali tentang materi pertemuan
sebelumnya dan melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari
tersebut, (2) guru memberikan sebuah topik kepada siswa untuk dibuat sebuah
petunjuk tertulis, (3) siswa mencatat informasi yang penting berdasarkan topik
tersebut, (4) secara individu siswa menulis petunjuk berdasarkan informasi yang
diperolehnya, (5) guru memilih hasil
terbaik dari masing-masing kelompok untuk dipresentasikan di depan kelas, (6)
guru memberikan motivasi kepada siswa, khususnya kepada siswa yang kurang,
bahkan belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Tahap
selanjutnya adalah kegiatan akhir. Kegiatan pembelajaran menulis petunjuk pada
pertemuan kedua ditutup dengan guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran yang baru saja dilakukan dan merefleksi kegiatan pembelajaran pada
hari itu.
3.1.8
Observasi
Observasi
yang dilakukan pada siklus II masih sama dengan observasi pada siklus I. Tahap
observasi siklus II dilaksanakan saat proses pembelajaran menulis petunjuk berlangsung.
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui aktivitas
siswa dan keaktifan siswa
dari awal sampai
akhir pembelajaran. Dalam proses observasi, data diperoleh
melalui data tes dan nontes. Observasi melalui data tes dilakukan untuk
mengetahui hasil tes keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan
metode investigasi kelompok dan media video pembelajaran, sedangkan data nontes
dilakukan untuk mengetahui perilaku siswa selama proses pembelajaran
berlangsung, yaitu dengan pelaksanaan observasi, wawancara, catatan harian,
sosiometri, dan perekaman/dokumentasi foto.
3.1.9 Refleksi
Refleksi pada siklus
II dilakukan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan
menulis petunjuk siswa dan perilaku siswa setelah dilakukan tindakan perbaikan
pada siklus II. Refleksi ini juga digunakan untuk mengetahui keefektifan
penerapan media poster dalam menulis petunjuk melakukan sesuatu. Hasil tes
keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu pada siklus II mengalami
peningkatan dari siklus I. Hasil yang diperoleh pada siklus II sudah mencapai
target ketuntasan yang diharapkan, yaitu sebesar 75. Hal ini juga diiringi
dengan peningkatan perilaku siswa ke arah positif. Pembelajaran yang dilakukan
pada siklus II ini merupakan tindakan perbaikan dari pembelajaran siklus I.
Pada siklus I masih banyak ditemui kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa.
Kesulitan tersebut kemudian dicarikan jalan keluarnya untuk kemudian diterapkan
pada pembelajaran siklus II. Berdasarkan hasil tes dan nontes pada siklus II,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada siklus II sudah berhasil, maka tidak
perlu dilakukan perbaikan pada pembelajaran berikutnya.
4.1
Sumber Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa
sumber antara lain:
1. Siswa
Untuk
mendapatkan data tentang hasil belajar dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran.
2. Guru
Untuk
melihat tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran eningkatan
keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster pada siswa
autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang
3. Teman sejawat dan kolaborator
Teman
sejawat dan kolaborator dimaksudkan sebagai sumber data untuk melihat
implementasi PTK secara komprehensif, baik dari sisi guru maupun siswa.
5.1 Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengambil data
dalam penelitian agar mencapai tujuan yang diharapkan. Instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berupa instrumen tes dan
nontes. Instrumen tes berisi soal uraian yang harus dikerjakan oleh siswa pada
akhir kegiatan pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu. Instrumen
nontes berupa lembar observasi, pedoman wawancara, catatan harian, angket
sosiometri, dan alat perekaman.
5.1.1 Instrumen Tes
Data penelitian tindakan kelas ini diperoleh dengan cara diadakannya
tes. Bentuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes menulis
petunjuk melakukan sesuatu yang dibuat oleh peneliti. Tes menulis petunjuk
melakukan sesuatu ini dilakukan pada siklus I dan siklus II. Skor penilaian
mengacu pada aspek-aspek yang telah ditentukan oleh peneliti.
Tes adalah
salah satu alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang
bersifat abstrak, tidak kasat mata, atau tidak konkret. Dari tes diperoleh skor
yang bersifat kuantitatif yang selanjutnya dapat ditafsirkan dalam tahap
evaluasi. Dalam penelitian ini digunakan tes tertulis yang sesuai dengan materi
yang dipelajari, yaitu menulis petunjuk melakukan sesuatu. Agar pelaksanaan tes
lebih mudah maka diperlukan instrumen atau alat bantu berupa kriteria atau
pedoman penilaian. Penilaian tersebut harus menunjukkan pencapaian indikator
yang telah ditentukan. Indikator akhir/inti dalam pembelajaran menulis petunjuk
adalah siswa mampu menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat
dan menggunakan bahasa yang efektif. Adapun kriteria yang digunakan dalam
menentukan nilai menulis petunjuk melakukan sesuatu meliputi (1) kejelasan
petunjuk, (2) ketepatan urutan langkah-langkah petunjuk, (3) penggunaan ejaan,
(4) keefektifan kalimat, (5) kesesuaian bahasa yang digunakan dengan sasaran
petunjuk, dan (6) kemenarikan tampilan petunjuk.
Tabel
1 Skor Penilaian Keterampilan Menulis Petunjuk Melakukan Sesuatu
No.
|
Aspek Penilaian
|
Skor Maksimal
|
|
|
|
1.
|
Kejelasan
petunjuk
|
20
|
2.
|
Ketepatan urutan langkah-langkah
petunjuk
|
20
|
3.
|
Penggunaan ejaan
|
10
|
4.
|
Keefektifan kalimat
|
20
|
5.
|
Kesesuaian bahasa yang digunakan
dengan
|
20
|
|
sasaran petunjuk
|
|
6.
|
Kemenarikan tampilan petunjuk
|
10
|
|
|
|
|
Jumlah
|
100
|
|
|
|
Berdasarkan
tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa skor penilaian keterampilan menulis
petunjuk melakukan sesuatu mengacu pada beberapa aspek. Aspek penilaian
tersebut meliputi kejelasan petunjuk, ketepatan urutan langkah-langkah
petunjuk, penggunaan ejaan, keefektifan kalimat, kesesuaian bahasa yang
digunakan dengan sasaran petunjuk, dan kemenarikan tampilan petunjuk. Petunjuk
yang dibuat oleh tiap-tiap siswa dianalisis, sedangkan untuk memperoleh nilai
rata-rata siswa yaitu dengan penggabungan nilai akhir dari petunjuk yang dibuat
oleh setiap siswa. Adapun penilaian tes keterampilan menulis petunjuk melakukan
sesuatu dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Menulis
Petunjuk Melakukan Sesuatu
No.
|
Aspek Penilaian
|
Bobot
|
Skor
|
Kategori
|
Kriteria
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Kejelasan
petunjuk
|
|
5
|
Sangat
|
Semua
unsur
|
|
a. Tidak
|
|
|
baik
|
terpenuhi,
mudah
|
|
membingungkan
|
|
|
|
dipahami.
|
|
dan mudah
|
|
4
|
Baik
|
4 unsur terpenuhi dan
|
|
diikuti.
|
|
|
|
mudah dipahami.
|
|
b. Diksi/bahasa
|
|
3
|
Cukup
|
3 unsur terpenuhi dan
|
|
yang digunakan
|
|
|
|
mudah dipahami.
|
|
dan keruntutan
|
|
2
|
Kurang
|
2 unsur terpenuhi dan
|
|
uraian.
|
|
|
|
dapat dipahami.
|
|
c. Menggunakan
|
4
|
1
|
Sangat
|
1 unsur terpenuhi dan
|
|
nomor urut untuk
|
|
kurang
|
tidak dapat dipahami.
|
|
|
|
|
membedakan
|
|
|
|
|
|
antarlangkah.
|
|
|
|
|
|
d. Menggunakan
|
|
|
|
|
|
istilah-istilah
|
|
|
|
|
|
yang lazim.
|
|
|
|
|
|
e. Petunjuk
|
|
|
|
|
|
dilengkapi
|
|
|
|
|
|
dengan unsur
|
|
|
|
|
|
gambar.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Ketepatan
urutan
|
|
5
|
Sangat
|
5
langkah urut. Urutan
|
|
langkah-langkah
|
|
|
baik
|
langkah-langkahnya
|
|
petunjuk
|
|
|
|
tepat.
|
|
|
4
|
4
|
Baik
|
4 langkah urut.
|
|
|
3
|
Cukup
|
3 langkah urut.
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Kurang
|
2 langkah urut.
|
|
|
|
1
|
Sangat
|
Hanya ada 1 langkah.
|
|
|
|
|
kurang
|
Urutan langkahnya
|
|
|
|
|
|
|