Senin, 19 Desember 2016

Proposal Penelitian Kualitatif




Peningkatan Keterampilan Menulis Petunjuk Melakukan Sesuatu dengan Media Poster pada Siswa Autis Ringan Kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang

PROPOSAL PENELITIAN


Oleh
ANINDA MANUELLA SARASWATI
NIM 14010044052








UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
2016





Usulan Penelitian oleh `                : Aninda Manuella Saraswati
NIM                                               : 14010044052
Judul                                       : Peningkatan Keterampilan Menulis Petunjuk Melakukan Sesuatu dengan Media Poster pada Siswa Autis Ringan Kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang

ini telah disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat untuk
diseminarkan.


















Surabaya, 19 Desember 2016
Pembimbing,
Dr. Yuliati, M.Pd

NIP  195707121983032013




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu pembinaan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak. Usaha pendidikan ini bisa terjadi di dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun di dalam lingkungan masyarakat. Dengan kata lain pendidikan itupun dapat diartikan sebagai interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal di sekolah, ataupun di luar sekolah ,menuju kea rah kedewasaan. Sasaran pendidikan nasional ditetapkan berdasarkan Undang-Undang.
Menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal (1) :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Berdasarkan undang-undang tersebut, maka sasaran pendidikan nasional adalah untuk membantu siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya, membangun kecerdasan , berakhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Terkait dengan pencapaian sasaran yang diamanatkan UU, maka diperlukan proses pembelajaran di Sekolah Dasar. Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di Sekolah dasar, khususnya di sekolah inklusi.
Sasaran mata pelajaran Bahasa Indonesia menurut KTSP (Depdiknas 2006:300) adalah “berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara tulisan maupun lisan”. Hal ini berarti bahwa hakikat belajar bahasa adalah berkomunikasi baik dengan lisan maupun dengan tulisan. Komunikasi secara lisan berarti menyampaikan pesan dari penyampai pesan kepada penerima pesan dnegan cara lisan/berbicara langsung ataupun bertelepon, sedangkan komunikasi tulisan memiliki arti menyampaikan suatu pesan dari penyampai pesan kepada penerima pesan melalui tulisan dengan surat-menyurat.
Menulis merupakan salah satu ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia selain mendengarkan, berbicara dan membaca yang diajarkan di Sekolah Dasar. Hal ini ditegaskan dalam KTSP (Depdiknas: 2006) bahwa “ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi  aspek-aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis”. Hal tersebut juga merupakan upaya yang dilakukan oleh seluruh pendidik untuk mencanangkan program gerakan literasi di sekolah.
Salah satu kompetensi dasar yang harus dilakukan siswa Sekolah Dasar kelas IV adalah pembelajaran “menulis petunjuk”. Ditegaskan pada Kurikulum 2006 (Depdiknas, 2006:37), “Menulis petunjuk merupakan salah satu kompetensi dasar untuk aspek kemampuan berbahasa subaspek menulis dengan indicator menuliskan petunjuk untuk melakukan sesuatu atau penjelasan tentang cara membuat sesuatu.
Siswa yang mempunyai keterbatasan dengan spesifikasi Autis ringan kelas IV sekolah dasar diharapkan mampu menulis petunjuk dengan baik dan benar, dengan kaidah-kaidah yang sesuai dengan penulisan petunjuk. Baik menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan penulisan petunjuk. Baik menulis petunjuk melakukan sesuatu ataupun petunjuk membuat sesuatu. Menurut hasil observasi awal di SDN Inklusi Pelita Bangsa di Kabupaten Lumajang, ternyata masih banyak siswa autis kelas IV yang belum mampu menulis petunjuk dengan benar, petunjuk membuat sesuatu ataupun petunjuk melakukan sesuatu. Ketidakmampuan menulis petunjuk pada peserta didik autis ringan kelas IV di Sekolah Dasar Inklusi disebabkan oleh berbagai faktor. Bisa karena faktor siswa sendiri yang menganggap bahwa pelajaran Bahasa Indonesia adalah pelajaran yang menjenuhkan atau membosankan, dan bisa juga disebabkan karena faktor guru yang tidak menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar. Tanpa media yang menunjang materi pembelajaran, siswa merasa kebingungan memulai menulis petunjuk. Salah satu cara awal untuk pengajaran menulis petunjuk siswa autis ringan di Sekolah Dasar Negeri Inklusi Pelita Bangsa kelas IV adalah membiasakan siswa untuk menulis dengan bantuan teknik dan media yang menyenangkan serta mampu memotivasi siswa untuk gemar menulis. Untuk mengembangkan keterampilan menulis petunjuk siswa autis ringan di kelas IV SDN Inklusi Pelita Bangsa di Lumajang, peneliti merasa perlu dibantu dengan penggunaan media gambar yang berupa poster petunjuk melakukan sesuatu yang nantinya menjadi bahan siswa autis untuk menuangkan hasil pengamatannya pada gambar poster tersebut ke dalam bentuk menulis petunjuk. Dengan media poster, diharapkan akan mempermudah siswa untuk menulis petunjuk melakukan sesuatu
Sejalan dengan permasalahan tersebut, peniliti ingin mengadakan uji coba penggunaan media poster dalam mengajar Bahasa Indonesia pada topic “menulis petunjuk” untuk siswa autis ringan di kelas IV Sekolah Dasar. Akankah ada perbedaan menulis petunjuk melakukan sesuatu sebelum menggunakan media poster dan sesudah menggunakan media poster? Dan bagaimana peningkatan keterampilan petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster?
Adapun judul penelitian yang sudah ditetapkan oleh peneliti yaitu ”Peningkatan Keterampilan Menulis Petunjuk Melakukan Sesuatu dengan Media Poster pada Siswa Autis Ringan Kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang”

1.2 Rumusan Masalah
Berorientasi terhadap tujuan yang hendak dicapai, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan, sebagai berikut ;
           
                  1. Berapa besar peningkatan keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu pada siswa  autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang dengan media poster?
                  2.  Bagaimanakah perubahan perilaku siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang setelah mengikuti pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster?


1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang :

                  1.            Menentukan besaran peningkatan keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu pada siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang dengan media poster.
                  2.            Mendeskripsikan perubahan perilaku siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang setelah mengikuti pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan metode investigasi kelompok dan media video pembelajaran
1.4 Batasan Penelitian
Dalam penelitian di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang ini peneliti hanya membatasi pada hal-hal tertentu saja yaitu :
                                                      1.            Pembelajaran Bahasa Indonesia yang dimaksud adalah pembelajaran yang mengajarkan tentang pemberian media poster untuk melatih siswa autis ringan di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang.
dalam menulis petunjuk melakukan sesuatu.
                                                      2.            Penelitian ini hanya menggunakan sampel siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang tahun pelajaran 2016/2017.
           
1.5 Manfaat Penelitian

1.      Manfaat Praktis
a.       Bagi siswa
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan siswa selalu termotivasi untuk menulis. Dengan menggunakan media dalam pembelajaran, siswa akan lebih bersemangat  untuk menulis.. Khususnya pada materi menulis petunjuk melakukan sesuatu.
b.      Bagi Guru
Mendorong guru untuk menciptakan proses belajar mengajar, khususnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan untuk keseluruhan mata pelajaran pada umumnya.
c.       Bagi Peneliti
Sebagai wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan penelitian.

2.      Manfaat Teoritis
Menurut Sugiyono (2010:397), “manfaat yang bersifat teoritis merupakan manfaat pada hal pengembangan ilmu:. Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pengalaman, terutama untuk mengembangkan bidang ilmu pendidikan khususunya kajian peningkatan keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster pada siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang.

1.6 Asumsi

Menurut PPKI (2000: 13) “asumsi penelitian adalah anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berfikir dan dalam melakukan penelitian”.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa asumsi dasar sebagai berikut :
  • Siswa autis mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh karena yang bertindak sebagai pengajar adalah guru pendidikan khusus di kelas khusus.
  • Guru pendidikan khusus pada SDN inklusi Pelita Bangsa sudah mengenal media yang akan diberikan kepada siswa autis.
  • Dari pihak sekolah sudah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung penelitian, contohnya : Kelas khusus untuk siswa berkebutuhan khusus. 
  •   Kelas yang dijadikan bahan penelitian mempunyai kestabilan yang baik, dalam artian suasana ruang kelas maupun lingkungan kelas mendukung untuk dilakukannya penelitian.
  • Penerapan media poster dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa autis ringan di SDN Inklusi Pelita Bangsa Lumajang


















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Media Pembelajaran

Media adalah bentuk jamak dari medium yang berasal dari bahasa latin medius yang berarti tengah. Dalam bahasa Indonesia kata medium diartikan sebagai “antara’ atau “sedang” (Latuheru, 1988: 14). Pengertian media pembelajaran menurut Latuheru (1988: 14) media pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar, dengan maksud menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik atau warga belajar). Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran alat bantu untuk menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima.
Sadiman (2008: 7) menjelaskan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam hal ini adalah proses merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar dapat terjalin. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan oleh guru sebagai alat bantu mengajar. Dalam interaksi pembelajaran, guru menyampaikan pesan ajaran berupa materi pembelajaran kepada siswa.
Selanjutnya Schramm (dalam Putri, 2011: 20) media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah alat bantu yang dapat digunakan untuk pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan pengertian media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar untuk menyampaikan materi agar pesan lebih mudah diterima dan menjadikan siswa lebih termotivasi dan aktif.



2.2 Fungsi Media
Sudrajat (dalam Putri, 2011: 20) mengemukakan fungsi media diantaranya yaitu:
a)      media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para siswa
b)      media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas
c)      media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan
d)     media menghasilkan keseragaman pengamatan
e)      media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit , dan realistis
f)       media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar
g)      media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang kongkrit sampai dengan abstrak.
Fungsi media yang dipaparkan oleh Sudrajat tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berfungsi untuk membantu mengatasi hambatan yang terjadi saat pembelajaran didalam kelas.
Hamalik (dalam Arsyad, 2002: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembalajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa menigkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi. Paparan fungsi media pengajaran Hamalik di atas menekankan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi dan keinginan belajar siswa serta siswa dapat tertarik dan lebih mudah memahami materi yang disampaikan.
Derek Rowntree (dalam Rohani, 1997: 7-8) memaparkan media pembelajaran berfungsi membangkitkan motivasi belajar, mengulang apa yang telah dipelajari, menyediakan stimulus belajar, mengaktifkan respon peserta didik, memberikan balikan dengan segera dan menggalakkan latihan yang serasi. Pendapat Derek Rowntree di atas tentang fungsi media pembelajaran dapat diketahui bahwa media pembelajaran memiliki fungsi untuk meningkatkan keinginan dan memberikan rangsangan kepada siswa untuk belajar.
Media pengajaran, menurut Kemp dan Dayton (dalam Arsyad, 2002: 20-21) dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu:
a)   memotivasi minat dan tindakan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar untuk bertindak.
b)   menyajikan informasi berfungsi sebagai pengantar ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang.
c)    memberi instruksi dimana informasi yang terdapat dalam bentuk atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.
Pendapat  Kemp  dan  Dayton  (dalam  Arsyad,  2002:  20-21)  tentang fungsi media pengajaran menekankan bahwa media pengajaran dapat memberikan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan informasi, memberikan instruksi untuk menarik siswa agar bertindak dalam suatu aktivitas.
Berdasarkan beberapa paparan fungsi media di atas, dapat disimpulkan bahwa media dapat meningkatkan motivasi, rangsangan dan mempermudah siswa dalam memahami materi yang disampaikan.

      2.3 Manfaat Media Pembelajaran
Brown (1983:17) menyatakan bahwa “educational media of all types incresaingly important roles in enabling students to reap benefits from individualized learning”, semua jenis media pembelajaran akan terus meningkatkan peran untuk memungkinkan siswa memperoleh manfaat dari pembelajaran yang berbeda. Menggunakan media pembelajarn secara efektif akan menciptakan suatu proses belajar mengajar yang optimal. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan salah satu bagian penting dari proses pembelajaran. Media pembelajaran memberikan manfaat dari pendidik maupun peserta didik.
Arsyad (2002 : 26) mengemukakan manfaat media media pengajaran dalam proses belajar mengajar sebagai berikut.
1) Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
2)  Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya, dan memungkinkan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
3)      Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
4)    Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinyya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungan.
Pendapat Arsyad tentang manfaat media pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran dapat membantu proses belajar mengajar. Penyampaian pesan dan isi pelajaran dapat diterima baik oleh siswa.
Menurut Latuheru (1988: 23) manfaat media pembelajaran yaitu:
1)  media pembelajaran menarik dan memperbesar perhatian anak-anak didik terhadap materi pengajaran yang disajikan.
2)      media pembelajaran mengurangi, bahkan dapat menghilangkan adanya verbalisme.
3)     media pembelajaran mengatasi perbedaan pengalaman belajar berdasarkan latar belakang sosial  ekonomi dari anak didik.
4)    media pembelajaran membantu memberikan pengalaman belajar yang sulit diperoleh dengan cara yang lain.
5)      media pembelajaran dapat mengatasi masalah batas-batas ruang dan waktu.
6)     media pembelajaran dapat membantu perkembangan pikiran anak didik secara teratur tentang hal yang mereka alami.
7)     media pembelajaran dapat membantu anak didik dalam mengatasi hal yang sulit nampak dengan  mata.
8)      media pembelajaran dapat menumbuhkan kemampuan berusaha sendiri berdasarkan pengalaman dan kenyataan.
9)      media pembelajaran dapat mengatasi hal/peristiwa/kejadian yang sulit diikuti oleh indera mata.
10)  media pembelajaran memungkinkan terjadinya kontak langsung antara anak didik, guru, dengan masyarakat, maupun dengan lingkungan alam di sekitar mereka
Paparan tentang manfaat media oleh Latuheru dapat disimpulkan bahwa media bermanfaat untuk mengatasi permasalan yang dialami guru dan siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa memanfaatkan media pembelajaran adalah membantu dalam penyampaian bahan pengajaran kepada siswa untuk meningkatkan kualitas siswa yang aktif dan interaktif sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran disekolah.

2.4 Jenis-jenis Media
Media Pembelajaran menurut taksonomi Leshin, dkk (dalam Arsyad, 2002: 79-101) adalah sebagai berikut.
                      a. Media berbasis manusia
        Media berbasis manusia merupakan media yang digunakan untuk mengirim dan         mengkomunikasikan peran atau informasi
                        b.        Media berbasis cetakan
          Media pembelajaran berbasis cetakan yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, buku kerja atau latihan, jurnal, majalah, dan lembar lepas.
                c. Media berbasis visual
Media berbasis visual (image) dalam hal ini  memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.    
d. Media berbasis Audivisual
Media visual yang menggabungkan penggunaan suara memerlukan pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah satu pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio-visual adalah penulisan naskah dan storyboadr yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan dan penelitian.
            e. Media berbasis komputer
Komputer memilih fungsi yang berbeda-beda dalam bidang pendidikan dan latihan komputer berperan sebagai manajer dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer Managed Instruction (CMI). Modus ini dikenal sebagai Computer Assisted Instruction (CAI). CAI mendukung pembelajaran dan pelatihan, akan tetapi ia bukanlah penyampai utama materi pelajaran.
Jenis-jenis media menurut Bretz (dalam Widyastuti dan Nurhidayati, 2010: 17-18) mengklasifikasikan media ke dalam tujuh kelompok yaitu.
1.       Media audio, seperti: siaran berita bahasa Jawa dalam radio, sandiwara bahasa Jawa dalam radio, tape recorder beserta pita audio berbahasa Jawa.
2.        Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri
3.        Media visual diam, seperti: foto, slide, gambar
4.        Media visual gerak, seperti: film bisu, movie maker tanpa suara, video tanpa suara
5.        Media audio semi gerak, seperti: tulisan jauh bersuara
6.        Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, slide rangkai suara
7.        Media audio visual gerak, seperti: film dokumenter tentang kesenian Jawa
atau  seni  pertunjukan  tradisional,  video  kethoprak,  video  wayang,  video campursari.
Henich (dalam Widyastuti dan Nurhidayati, 2010: 19) mengklasifikasikan media secara lebih sederhana, yaitu
1.        media yang tidak diproyeksikan
2.        media yang diproyeksikan
3.        media audio
4.        media video
5.        media berbasis komputer
6.        multimedia kit.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas mengenai jenis-jenis media
pengajaran maka dapat disimpulkan bahwa media dapat dikategorikan menjadi tujuh  jenis  media  yaitu  media  audio,  media  visual,  media  audio  visual  dan multimedia.

       2.5 Prinsip-Prinsip Pemilihan Media

          Menghasilkan   suatu   produk   media   pembelajaran   yang   baik   makadiperlukan prinsip dalam pemilihan media. Setyosari (2008: 22) mengidentifikasi prinsip- prinsip media sebagai berikut:
1.    identifikasi ciri-ciri media yang diperhatikan sesuai dengan kondisi, unjuk kerja (performance) atau tingkat setiap tujuan pembelajaran,
2.        identifikasi kerakteristik siswa (pembelajar) yang memerlukan media pembelajaran khusus,
3.   identifikasi karakteristik lingkungan belajar berkenaan dengan media pembelajar yang akan           digunakan,
4.   identifikasi pertimbangan praktis yang memungkinkan media mana yang mudah dilaksanakan,
5.   identifikasi faktor ekonomi dan organisasi yang menentukan kemudahan penggunaan media         pembelajaran.
Menggunakan media harus memperhatikan prinsip pemilihan media terlebih dahulu. Prinsip-prinsip dalam pemilihan media pembelajaran menurut Saud (2009: 97) adalah sebagai berikut:
a.    tepat guna, artinya media pembelajaran yang digunakan sesuai dengan kompetensi dasar,
b.    berdaya guna, artinya media pembelajaran yang digunakan mampu meningkatkan motivasi siswa,
c.    bervariasi, artinya media pembelajaran yang digunakan mampu mendorong sikap aktif siswa dalam belajar.
Prinsip-prinsip   media   yang   dipaparkan   oleh   Saud   tersebut mengidentifikasikan bahwa media yang tepat guna, berdaya guna, dan bervariasi dapat menjadi suatu media pembelajaran yang baik. Isi media yang dirancang sesuai dengan desain pembelajaran dapat menjadikan media berkualitas. Media yang berkualitas akan menumbuhkan ketertarikan bagi peserta didik untuk belajar menggunakan media.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pemilihan media harus diperhatikan dengan baik, sehingga dapat menghasilkan suatu media pembelajaran yang menarik dengan materi yang tepat. Belajar menggunakan media pembelajaran menjadi optimal. Media pembelajaran yang baik adalah media pembelajaran yang mampu membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip-prinsip pembuatan media harus memperhatikan beberap faktor. Faktor yang diperhatikan (1) perangkat pembelajaran, (2) lingkungan belajar, (3) tempat belajar, (4) ekonomi sosial budaya.

2.6 Pengertian Media Poster
Poster menurut Arsyad (2007) merupakan media visual dua dimensi berisikan gambar dan pesan tertulis yang singkat. Poster tidak hanya penting untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu tetapi mampu pula untuk mempenggaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Poster adalah salah satu media yang terdiri dari lambang kata atau simbol yang sangat sederhana, dan pada umumnya mengandung anjuran atau larangan (Depdikbud, 1988:50). Menurut Sudjana dan Rivai (2002:51) poster adalah sebagai kombinasi visual dari rancangan yang kuat, dengan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi cukup lama menanamkan gagasan yang berarti didalam ingatannya. Poster disebut juga plakat, lukisan atau gambar yang dipasang telah mendapat perhatian yang cukup besar sebagai suatu media untuk menyampaikan informasi, saran, pesan dan kesan, ide dan sebagainya (Rohani, 1997:76-77). Pada prinsipnya poster itu merupakan gagasan yang dicetuskan dalam bentuk ilustrasi gambar yang disederhanakan yang dibuat dalam ukuran besar, bertujuan untuk menarik perhatian, membujuk, memotivasi atau memperingatkan pada gagasan pokok, fakta atau peristiwa tertentu.

 
2.7 Fungsi/ Manfaat Media Poster 

  1. Memperjelas penyajian suatu pesan yang dramatik sehingga  memikat perhatian.
  2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera seperti:
    a. Poster bisa ditempel diruang kelas, sehingga membantu dalam proses pembelajaran
    b. Poster memiliki daya tarik untuk memikat perhatian dalam sekali lihat.
    c. Konsep yang terlalu luas dapat divisualkan dalam bentuk poster.
    d. Objek terlalu besar, dapat digantikan dengan realita yang di gambar di poster.
  3. Dapat mempenggaruhi masyarakat untuk membeli suatu barang.
  4. Memberikan informasi baru secara singkat dan mengingatkan suatu pesan yang berkaian.
  5. Dapat digunakan dalam proses pembelajaran sehingga proses belajar terasa menyenangkan dan tidak membosankan, memberikan perangsang yang sama, menyamakan pengalaman, menimbulkan persepsi yang sama

2.8 Ciri/ Karakter Media Poster
                               1.      Poster tidak saja penting untuk menyampaikan pesan atau kesan tertentu akan tetapi mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Ciri-ciri poster   yang baik adalah, Sederhana, menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan pokok, berwarna, slogan yang ringkas dan jitu, ulasannya jelas, motif dan desain bervariasi
                              2.    Gambar yang memiliki sifat persuasif tinggi karena menampilkan suatu persoalan  (tema) yang menimbulkan perasaan kuat terhadap khalayak dengan menyatukan gambar, warna, tulisan, dan kata-kata.
                              3.          Menyampaikan pertanyaan terhadap persoalan, bukan memberikan solusi atau jawabannya. Inilah yang membuat poster berbeda dengan ilustrasi biasa. Poster yang baik harus dinamis, menonjolkan kualitas.
                                       4.            Poster harus sederhana tidak memerlukan pemikiran bagi pengamat secara rinci, harus cukup kuat untuk menarik perhatian, bila tidak, akan hilang kegunaanya. Kesederhanaan disain dan sedikit kata-kata yang dipergunakan mencirikan poster-poster yang berwatak kuat.
 5.    Pada prinsipnya poster itu merupakan gagasan yang dicetuskan dalam bentuk ilustrasi gambaryang disederhanakan yang dibuat dalam ukuran besar, bertujuan untuk menarik perhatian membujuk, memotivasi atau memperingatkan pada gagasan pokok, fakta atau peristiwatertentu.
                              5.             Poster yang baik hendaknya meliputi : Sederhana, menyajikan satu ide dan untuk menapai satu tujuan pokok, Berwarna, sloganya ringkas dan jitu, tulisanya jelas, motif dan disain      bervariasi(Dr. Arief , Sadiman, Dkk, Op Cit, Hal 47). 

2.9 Cara Membuat Media Poster
Prosedur umum dalam membuat media Poster  dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
                Pertama, mengidentifikasi program, dalam hal ini tentukanlah : Nama mata pelajaran, pokok bahasan dan sub pokok bahasan, tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan, dan sasaran, sasaran yang dimaksud di sini adalah siswa yang akan menggunakan media poster posisinya berada di kelas berapa, dan semester berapa.
·                       Kedua, mengkaji literatur, dalam membuat media poster ini guru selanjutnya menentukan isi materi yang akan disajikan pada poster tersebut. Perlu diketahui bahwa menentukan isi yang akan disajikan pada media poster perlu di kemas sedemikian rupa sehingga materi pelajaran dapat divisualisasikan lebih tepat, merangkum materi yang disampaikan, jelas dan menarik minat dan perhatian siswa.
·                   Ketiga, membuat naskah. Naskah untuk media poster berisi sketsa visual yang akan ditampilkan berisi objek gambar, grafik, diagram, objek foto dan isi pesan visual dalam bentuk teks. Naskah untuk media poster bisa di isi dengan tema, gambar/visual, tulisan, warna, yang jelas dan meninjol.  Naskah media poster tidak selengkap media audio dan video, namun cukup mempersiapkannya dalam bentuk sketsa atau outline visual. Sketsa berhubungan dengan bentuk objek, banyaknya objek dan jenis objek yang akan divisualisasikan. Dalam naskah, objek tidak dibuat secara utuh namun dalam bentuk sketsa menggunakan pensil atau spidol warna hitam.  Outline visual, berhubungan dengan komposisi dan pengaturan penempatan setiap objek yang ditampilkan, misalnya teks akan ditempatkan dimana, apa isi teksnya, berapa karakternya. Begitu juga dengan gambar, foto atau grafis, bagaimana penempatannya, sehingga terlihat harmonis.
Kegiatan Produksi, media Poster dapat dibuat secara manual atau menggunakan komputer. Cara manual berarti diperlukan keterampilan khusus untuk menggambar, melukis atau membuat dekorasi objek grafis. Bahan-bahan yang digunakan berupa media kanvas atau kertas, cat air atau cat minyak, kuas, minyak, berbagai bentuk dan bahan kertas, spon, steryoform, dan lain-lain. Cara kedua menggunakan komputer grafis menggunakan software aplikasi MS Word, Corel Draw, Power Point, Photo Shop, yang pengolah dalam bentuk gambar dan dicetak secara digital menggunakan printer warna.

Implikasi Dalam Pembelajaran
Poster yang digunakan disekolah memerlukan daya tarik untuk memikat perhatian dalam sekali lihat. Poster yang memikat adalah perpaduan antara menyenagkan serta menarik hati, kedua-duanya merupakan unsure yang kuat dalam belajar ( Ibid,hal 54).
Pada dasarnya media poster ini dapat kita gunakan hampir pada seluruh materi pada semua mata pelajaran akan tetapi materi yang bisa menggunakan media poster adalah materi – materi yang dalam penyajiannya dapat menggunakan gambar atau visual.

2.10 Tujuan
Tujuan di gunakan media poster adalah :
                  1.      Dalam Pengajaran, bertujuan sebagai dorongan atau motivasi kegiatan belajar siswa, poster dapat meranggsang anak untuk mempelajari lebih jauh dan ingin lebih tahu hakekat dari pesan ynag di sampaikan melalui poster terebut.
                   2.    Sebagai alat bantu bagi guru sehingga diharapkan siswa lebih kreatif dan partisipasi.

2.11 Kelebihan Media Poster
                  1.            Dalam Pembuatan : 
  • Dapat dibuat dalam waktu yang relatif singkat.
  •  Bisa dibuat manual (gambar sederhana).
  •  Tema bisa mengangkat realitas masyarakat.

                  2.            Dalam penggunaan:
           ·            Dapat menarik perhatian khalayak.
           ·            Bisa digunakan untuk diskusi kelompok maupun pleno.
           ·            Bisa dipasang (berdiri sendiri).

                  3.            Poster berukuran besar, sehingga mudah dan menarik untuk dibaca dan dilihat.
                 4.            Poster mempunyai bentuk tulisan yang singkat, padat dan tidak. memerlukan waktu yang lama untuk membaca dan memahaminya.
                  5.            Poster dapat ditempel atau diletakkan di mana saja serta meniliki kata-kata yang menarik untuk dibaca.

2.11 Kelemahan Media Poster
1.      Dalam Pembuatan :
                                 ·            Butuh ilustrator atau keahlian menggambar kalau ingin sebagus karya profesional.
                                 ·            Butuh penguasaan komputer untuk tata letak ( lay-out).
                                 ·             Kalau dicetak biayanya mahal.
2.      Dalam Penggunaan:
                                 ·            Pesan yang disampaikan terbatas.
                                 ·              Perlu keahlian untuk menafsirkan.
                                 ·             Beberapa poster perlu keterampilan membaca-menulis.
3.      Poster harus ditempel pada tempat dan lokasi yang strategis.
4.      Membutuhkan kertas atau papan (tempat yang besar).
5.      Hanya menekankan persepsi indera mata
6.      Media poster berdimensi dua, sehingga sukar untuk melukiskan sebenarnya.

2.12 Hakikat Menulis Petunjuk
Pengertian Menulis Petunjuk
Kemampuan menulis adalah satu keterampilan yang diajarkan di sekolah dasar. Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting didalam kehidupan manusia.
Menurut Yeti Mulyati, dkk menyebutkan bahwa “Menulis adalah suatu kegiatan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis dari suatu bahasa yang disampaikan kepada orang lain (pembaca) sehingga orang lain (pembaca) itu dapat membaca dan memahami lambing-lambang grafis tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh si penyampainya” (Mulyati,Teti dkk, 2010:7.4).
Sedangkan H.G Tarigan (1982:21) mengatakan  bahwa :
“menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya.
Menurut Tarigan (Meilan,Arsanti blogZ) menyatakan bahwa “petunjuk berarti ketentuan yang memberi arah atau bimbingan bagaimana sesuatu harus dilakukan. Petunjuk dibagi atas petunjuk lisan dan petunjuk tulis”.
Adapun pengertian petunjuk menurut Kamus Inggris Indonesia (dalam Artikata) “petunjuk adalah ketentuan yang memberi arah atau bimbingan , bagaimana sesuatu harus dikalukan”.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa petunjuk adalah nasihat, ajaran, dan ketentuan-ketentuan yang patut dituruti untuk melakukan, menggunakan, dan membuat sesuatu. Mengacu pada pengertian-pengertian petunjuk, maka dapat dirumuskan bahwa pengertian menulis petunjuk adalah suatu kegiatan menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan dalam bentuk tulisan yang bertujuan untuk memberikan ketentuan-ketentuan tentang sesuatu agar dapat dilakukan oleh orang lain dengan baik dan benar. Petunjuk yang baik haruslah komunikatif dan mudah dipahami.


2.13       Macam – macam Petunjuk
Depdiknas (dalam Meilan, Arsanti blogZ, 2011) menjelaskan bahwa “petunjuk dibagi menjadi tiga bagian, yaitu petunjuk melakukan sesuatu,
petunjuk menggunakan sesuatu, dan petunjuk membuat sesuatu.”
Petunjuk melakukan sesuatu adalah ketentuan-ketentuan yang patut dituruti dalam melakukan sesuatu, misalnya mencoblos dalam pemilu, cara mengerjakan soal, dan sebagainya. Petunjuk menggunakan sesuatu adalah ketentuan-ketentuan yang harus dituruti atau diperhatikan dalam menggunakan sesuatu. Misalnya cara menggunakan komputer atau alat-alat elektronik lainnya, aturan pakai dalam menggunakan sesuatu produk, dan lain-lain. Jenis petunjuk yang ketiga adalah petunjuk membuat sesuatu adalah arah, bimbingan, pedoman atau ketentuan-ketentuan yang harus dituruti atau diperhatikan dalam membuat sesuatu, misalnya cara membuat bubur ayam, kue tar, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan “menulis petunjuk melakukan sesuatu (petunjuk mencuci tangan)” dalam membuat tes/instrument.

2.14 Syarat-syarat Menulis Petunjuk
Syarat-syarat sebuah petunjuk adalah harus singkat agar mudah diingat. Petunjuk harus pula tepat agar tidak terjadi kesalahan menangkap atau memahami isi petunjuk.. Petunjuk yang singkat, tepat, tegas serta harus menunjang kejelasan. Pada akhirnya petunjuk itu harus memberikan kejelasan bagi para pemakainya (Tarigan 2000:113). Adapun persyaratan yang diperlukan dalam petunjuk menurut Mulyati (dalam Meilian,Arsanti blogZ 2001) yaitu “petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat”.

2.15 Hakikat Autis
Autisme bukan suatu penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) terjadi penyimpangan perkembangan sosial, gangguan kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekelilingnya sehingga anak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Dengan kata lain pada anak autisme terjadi kelainan emosi, perilaku, intelektual, dan kemauan (Yatim, 2007).
Istilah autisme berasal dari bahasa Yunani. kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti paham. Ini berarti bahwa autisme memiliki makna keadaan yang menyebabkan anak-anak hanya memiliki perhatian terhadap dunianya sendiri. Autisme adalah kategori ketidakmampuan yang ditandai dengan adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, pola bermain, dan perilaku emosi. Gejala autisme mulai terlihat sebelum anak-anak berumur tiga tahun. Keadaan ini akan dialami di sepanjang hidup anak-anak tersebut (Muhammad, 2008).
Menurut Huzaemah (2010), autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialis, sensoris, dan belajar. Biasanya gejala sudah mulai tampak sebelum usia anak 3 tahun.
Gulo (1982), menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri (Muhammad, 2008).
Autisme menurut para ahli dari National Society for Children and Adult with Autism adalah gejala kelainan perilaku yang manifestasinya muncul sebelum usia 30 bulan dengan karakteristik gambaran: 1) gangguan pola dan kecepatan perkembangan; 2) gangguan respon terhadap berbagai stimuli sensori; 3) gangguan bicara, bahasa, kognisi dan komunikasi nonverbal; dan 4) gangguan dalam kemampuan mengenal orang, kejadian dan objek (Tsai et al, 2001).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan gejala kelainan perkembangan pada anak yang disebabkan karena kerusakan otak, sehingga menimbulkan gangguan dalam interaksi sosial, gangguan bicara dan berbahasa, komunikasi nonverbal, kognisi, dan gangguan perilaku yang cenderung stereotip. Gangguan ini sudah tampak pada anak di bawah usia 3 tahun.
Perilaku autistik menurut Handojo (2003), digolongkan menjadi 2 jenis
yaitu:
1.   Perilaku yang eksesif (berlebihan) adalah perilaku yang hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar dan memukul, dan juga sering menyakiti diri sendiri.
2.    Perilaku yang defisit (berkekurangan) ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk meraih kue), bermain tidak benar, dan emosi tanpa sebab (misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab).
Penyebab terjadinya autisme adalah adanya kelainan pada otak (Handojo, 2003). Menurut Veskariyanti (2008), autisme disebabkan karena kondisi otak yang secara struktural tidak lengkap, atau sebagian sel otaknya tidak berkembang sempurna, ataupun sel-sel otak mengalami kerusakan pada masa perkembangannya. Penyebab sampai terjadinya kelainan atau kerusakan pada otak belum dapat dipastikan, namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab kelainan tersebut, antara lain faktor keturunan (genetika), infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, obat-obatan serta akibat polusi udara, air, dan makanan;banyak mengandung Monosodium Glutamate (MSG), pengawet atau pewarna.
Gangguan atau kelainan otak tersebut terjadi sejak janin dalam kandungann, yaitu saat fase pembentukan organ-organ (organogenesis) pada usia kehamilan trimester pertama (0-4 bulan). Hal ini mengakibatkan neuro-anatomis pada bagian otak berikut ini: 1) lobus parietalis, menyebabkan anak autisme tidak peduli dengan lingkungan sekitar; 2) serebelum (otak kecil) terutama pada lobus VI dan VII menimbulkan gangguan proses sensoris, daya ingat, berpikir, berbahasa dan perhatian; 3) sistem limbik yang disebut hipokampus dan amigdala. Kelainan pada hipokampus mengakibatkan gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi serta fungsi belajar dan daya ingat, sehingga anak autisme kurang dapat mengendalikan emosi, terlalu agresif atau sangat pasif, timbulnya perilaku atau gerakan yang diulang-ulang, aneh, dan hiperaktif serta kesulitan menyimpan informasi baru. Kelainan pada amigdala mengakibatkan gangguan berbagai rangsang sensoris (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa takut).
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali berisiko lebih tinggi dari wanita. Sementara risiko autisme jika memiliki saudara kandung yang juga autisme sekitar 3%. Studi lain menunjukkan, saudara kembar dengan jenis kelamin yang sama tapi merupakan monozigotik, mempunyai risiko 300 kali lebih besar dari pada dizigotik (Yoder, 2004).
Beberapa kasus terjadinya anak autisme berhubungan dengan infeksi virus (rubella kongenital atau cytomegalic inclusion disease), fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan), dan sindroma-x yang rapuh (kelainan kromosom). Abnormalitas yang paling sering terjadi yaitu duplikasi pada kromosom 15 dan kromosom seks. Bagian 15q dari kromosom yang didapat secara maternal ditemukan paling banyak berpengaruh pada individu yang menderita autisme. Bagian ini juga terlibat dalam basis genetik dari disleksia, salah satu gambaran klinis spektrum autisme. Bahkan akhir-akhir ini, gen ini dilaporkan ikut berpartisipasi dalam pengkodean gen 3-gamma-aminobutyric acid (GABA)-A receptor subunits (Trottier, 1999).
Sedangkan menurut Budiman (2001), peningkatan kasus autisme selain karena faktor kondisi dalam rahim seperti terkena virus toksoplasmosis sitomegalovirus, rubella atau herpes dan faktor herediter, juga diduga karena pengaruh zat-zat beracun, misalnya timah hitam (Pb) dari knalpot kendaraan, cerobong pabrik, cat tembok, kadmium (Cd) dari batu baterai, serta air raksa (Hg) yang juga digunakan untuk menjinakkan kuman untuk imunisasi. Demikian pula antibiotik yang memusnahkan hampir semua kuman baik dan buruk di saluran pencernaan, sehingga jamur merajalela di usus. Logam-logam berat yang menumpuk di dalam tubuh wanita dewasa masuk ke janin lewat demineralisasi tulang lalu tersalur ke bayi melalui Air Susu Ibu (ASI).
Peresepan antibiotik yang berlebihan adalah masalah yang tidak dapat dipisahkan dari autisme dan sudah memicu timbulnya resistensi organisme terhadap antibiotik sehingga organisme semakin sulit untuk dieradikasi (Jepson, 2003). Selain itu, penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme di tubuh (Herbert, 2002). Anak-anak autisme mempunyai masalah khusus pada keadaan ini karena pada penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa anak-anak autisme mempunyai aktivitas T-helper 1 Lymphocyte yang rendah (Jepson, 2003). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Warren (1995) dalam Trottier (1999), anak-anak autisme menunjukkan kelainan cell-mediated immunity termasuk kelainan aktivasi sel T dan penurunan jumlah helper-inducer lymphocytes. Keadaan ini menyebabkan rendahnya kemampuan untuk membersihkan organisme yang berbahaya dan mengembalikan keseimbangan flora normal intestinal. Ini dapat menghasilkan pertumbuhan jamur yang berlebihan dan bakteri yang persisten di saluran cerna mereka. Organisme tersebut dapat mengganggu proses pencernaan yang normal dan menghasilkan metabolit yang berbahaya yang berbahaya yang pada akhirnya berpengaruh pada kelakuan autisme (Jepson, 2003).
Secara umum karakteristik klinik yang ditemukan pada anak autisme menurut Yatim (2007), meliputi:
1.       Sangat lambat dalam perkembangan bahasa, kurang menggunakan bahasa, pola berbicara yang khas atau penggunaan kata-kata tidak disertai arti yang normal.
2.       Sangat lambat dalam mengerti hubungan sosial, sering menghindari kontak mata, sering menyendiri, dan kurang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
3.       Ditandai dengan pembatasan aktivitas dan minat, anak autisme sering memperlihatkan gerakan tubuh berulang, seperti bertepuk-tepuk tangan, berputar-putar, memelintir atau memandang suatu objek secara terus menerus.
4.       Pola yang tidak seimbang pada fungsi mental dan intelektual, anak autisme sangat peka terhadap perubahan lingkungan, dan bereaksi secara emosional. Kemampuan intelektual sebagian besar mengalami kemunduran atau inteligensia yang rendah dan sekitar 20 persen mempunyai inteligensia di atas rata-rata.
5.       Sebagian kecil anak autisme menunjukan masalah perilaku yang sangat
menyimpang seperti melukai diri sendiri atau menyerang orang lain.
Ada 3 kelompok gejala yang harus diperhatikan untuk dapat mendiagnosis autisme, yaitu dalam interaksi sosial, dalam komunikasi verbal, dan nonverbal serta bermain dan dalam berbagai aktivitas serta minat. Namun demikian, anak-anak autisme kemungkinan sangat berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada derajat kemampuan intelektual serta bahasanya. Baik anak yang mutisme (membisu) dan suka menyendiri maupun anak yang mampu bertanya dengan tata bahasa yang benar tapi tidak sesuai dengan situasi yang ada, keduanya mempunyai diagnosis yang sama, yaitu autisme. Dapat pula terjadi salah diagnosis pada keadaan fungsi intelektual yang ekstrem (sangat tinggi atau sangat rendah). Hilangnya tingkah laku yang khas autisme bersamaan dengan meningkatnya usia, membuat diagnosis autisme yang dibuat setelah masa kanak-kanak lewat, menjadi kurang dapat dipercaya (Masra, 2002).
Sedangkan untuk diagnostik anak autisme yaitu berdasarkan kriteria diagnostik menurut ICD – 10 1993 (International Classification of Disease) dari WHO maupun DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994, dari grup Psikiatri Amerika (dalam Kaplan dan Sadock, 2010), keduanya menetapkan kriteria yang sama untuk anak autisme.
Kriteria DSM-IV untuk Autisme:
a)      Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala (2) dan (3).
Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbul balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala ini:
                                 ·         Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang setuju.
                                 ·         Tidak bisa main dengan teman sebaya.
                                 ·         Tidak bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain.
                                 ·         Kurangnya hubungan sosial dan emosional timbal balik.
                                 ·         Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti, minimal 1 dari gejala-gejala di bawah ini:
                                 ·         Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (dan tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
                                 ·         Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
                                 ·         Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
                                 ·         Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.
                                 ·            Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan, sedikitnya harus ada satu gejala dibawah ini:
                                 ·         Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.
                                 ·         Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik dan rutinitas yang tidak ada gunanya.
                                 ·         Ada gerakan-gerakan yang aneh, khas dan diulang-ulang.
                                 ·         Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
                                 ·            Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang: Interaksi sosial,  bicara dan berbahasa, cara bermain yang kurang variatif.
                                 ·            Bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan Disintegratif masa kanak.

2.16 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus di uji kebenarannya. Arikunto (2006 :71) mengatakan bahwa hipotesis adalah suatu kesimpulan itu belum final, masih harus dibuktikan kebenaranya atau hipotesis adalah jawaban sementara. Hipotesis juga dapat dikatakan sebagai kesimpulan sementara suatu hubungan variabel dengan satu atau lebih variabel lainnya sehingga hipotesis dapat dikatakan sebagai suatu prediksi yang melekat pada variabel yang bersangkutan. Meskipun demikian, taraf ketepatan prediksi sangat tergantung pada taraf kebenaran dan ketepatan landasan teoritis.
Berdasarkan hal itu, hipotesis penelitian ini adalah penggunaan media poster dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis petunjuk melakukan sesuatu dan mengubah perilaku siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Lumajang menjadi lebih baik, dari perilaku yang negatif menjadi perilaku yang positif.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian terhadap pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk kajian yang sistematis reflektif yang dilakukan oleh guru dengan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kondisi (praktik-praktik) pembelajaran secara profesional. PTK dipandang sebagai salah satu cara dalam mengembangkan kompetensi pendidik dalam menyelenggarakan pembelajaran yang berkualitas.
Ada dua siklus dalam penelitian ini, yaitu proses tindakan pada pada siklus I dan siklus II. Siklus I digunakan sebagai refleksi untuk melaksanakan siklus II. Hasil proses tindakan pada siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan menulis petunjuk setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan belajar mengajar yang didasarkan pada refleksi siklus I. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Proses Tindakan Siklus I
Proses tindakan siklus I meliputi tahap perencanaan, tindakan, observasi,dan refleksi. Keempat tahap tersebut dikemukakan sebagai berikut.

            3.1.1 Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan tahap awal penelitian yang berupa kegiatan menentukan langkah-langkah untuk memecahkan masalah yang dihadapi pada tahap observasi awal. Hal yang dilakukan pada tahap perencanaan ini yaitu menyusun rencana pembelajaran sesuai dengan tindakan yang dilakukan dan menyusun instrumen tes dan nontes. Instrumen tes yaitu tes menulis petunjuk, sedangkan instrumen nontes yaitu pedoman pengamatan dan monitoring yang meliputi lembar observasi, pedoman wawancara, catatan harian, angket, sosiometri, dan mempersiapkan alat perekam. Sebelum melakukan langkah-langkah tersebut, peneliti melakukan koordinasi dengan guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mengenai kelas yang akan digunakan untuk penelitian, waktu pelaksanaan penelitian, materi yang diajarkan, dan bagaimana rencana pelaksanaan penelitiannya. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran dalam penelitian nantinya dapat berjalan lancar dan baik sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.
            3.1.2 Tindakan
Pada  tahap  ini,  tindakan  yang  dilakukan  dalam  penelitian  merupakan pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Tindakan yang dilakukan yaitu pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu media poster. Tindakan dilaksanakan dalam dua pertemuan dan setiap pertemuan mencakup tiga tahap yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Pertemuan pertama dimulai pada tahap kegiatan awal, langkah-langkah yang dilakukan adalah menyiapkan siswa agar siap menerima pembelajaran dengan baik. Kegiatan ini berupa pemberian ilustrasi mengenai pembelajaran menulis petunjuk, dan media yang digunakan. Selanjutnya, menyampaikan tujuan/kompetensi serta manfaat pembelajaran menulis petunjuk yang dicapai pada hari itu. Tahap berikutnya yakni kegiatan inti, kegiatan pembelajaran menulis petunjuk dilakukan dengan langkah (1) guru menunjukkan poster tentang cara pembuatan bunga plastic yang sederhana dan dipahami siswa, (2) siswa bersama teman sebangkunya mendiskusikan ciri-ciri bahasa petunjuk dan pengertian petunjuk berdasarkan tayangan yang telah dilihat, (3) guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang materi (4) siswa menulis petunjuk berdasarkan investigasi yang telah dilakukan, (5) salah satu siswa dipandu untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, (6) guru bersama siswa membahas hasil presentasi, dan (7) guru memberi motivasi kepada siswa, khususnya kepada siswa yang kurang, bahkan belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir. Kegiatan pembelajaran menulis petunjuk ditutup dengan guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang baru saja dilakukan dan merefleksi kegiatan pembelajaran pada hari itu.
Pada pertemuan kedua, dimulai pada tahap kegiatan awal, langkah-langkah yang dilakukan adalah guru menyiapkan siswa agar siap menerima pembelajaran dengan baik, dan guru menyampaikan tujuan/kompetensi serta manfaat pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu yang dicapai pada hari itu. Selanjutnya, pada tahap inti dilakukan kegiatan pembelajaran menulis petunjuk dengan langkah (1) guru mengingatkan kembali tentang materi pertemuan sebelumnya dan melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari tersebut, (2) guru memberikan sebuah topik kepada siswa untuk dibuat sebuah petunjuk tertulis, (4) siswa mencatat informasi yang penting berdasarkan topik tersebut, (5) secara individu siswa menulis petunjuk berdasarkan informasi yang diperolehnya, (6) guru memilih hasil tulisan terbaik untuk dipresentasikan di depan kelas, (7) guru bersama siswa menanggapi presentasi dari siswa yang maju dan membahas hasil presentasinya (8) guru memberi motivasi kepada siswa, khususnya kepada siswa yang kurang, bahkan belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir. Kegiatan pembelajaran menulis petunjuk pada pertemuan kedua ditutup dengan guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang baru saja dilakukan dan merefleksi kegiatan pembelajaran pada hari itu.
            3.1.3 Observasi
Tahap observasi siklus I dilaksanakan saat proses pembelajaran menulis petunjuk berlangsung. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dan keaktifan siswa dari awal sampai akhir pembelajaran. Observer mengamati proses pembelajaran dengan      mengisilembar observasi yang  telah  disiapkan  untuk  mendapatkan  data aktivitas yang terjadi dalam pembelajaran, khususnya pengamatan pada aktivitas siswa selama diadakan pembelajaran pada siklus I. Dalam proses observasi, data diperoleh  melalui  data  tes  dan  nontes.  Observasi  melalui  data  tes  dilakukan  untuk mengetahui hasil tes keterampilan menulis petunjuk siswa, sedangkan data nontes dilakukan untuk mengetahui perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung, yaitu dengan pelaksanaan observasi, wawancara, catatan harian, sosiometri, dan perekaman/dokumentasi foto.
            3.1.4 Refleksi

Hasil  analisis observasi, wawancara, catatan harian, angket  sosiometri, dokumentasi foto, dan hasil skor tulisan siswa yang diperoleh pada siklus I digunakan sebagai dasar perbaikan pada siklus II. Jika dalam refleksi ditemukan kekurangan, maka kekurangan itu dapat diperbaiki pada siklus II dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana tindakan untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Hal-hal yang menunjukkan hasil positif akan dipertahankan dan ditingkatkan intensitasnya.

3.1.5 Proses Tindakan Siklus II
Proses tindakan pada siklus II meliputi tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat tahap tersebut dikemukakan sebagai berikut.
            3.1.6 Perencanaan

Tahap perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan hal-hal yang akan dilaksanakan pada siklus II dengan berpedoman pada refleksi pada siklus I. Sebelum melakukan langkah tersebut, peneliti melakukan koordinasi dengan guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk membicarakan hal-hal yang akan diajarkan untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang akan muncul dalam pembelajaran pada siklus II ini. Adapun rencana yang akan dilaksanakan adalah membuat perbaikan serta mempersiapkan diri peneliti. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran dalam penelitian pada siklus II nantinya dapat berjalan lancar dan baik sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.

            3.1.7 Tindakan

Pada  tahap  ini,  tindakan  yang  dilakukan  dalam  penelitian  merupakan pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Tindakan yang dilakukan yaitu pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan metode investigasi kelompok dan media video pembelajaran. Tindakan pada siklus II ini adalah perbaikan dari tindakan yang dilakukan pada siklus I. Tindakan yang dilakukan pada siklus II dilaksanakan dalam dua pertemuan dan setiap pertemuan mencakup tiga tahap yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Pertemuan pertama dimulai pada tahap kegiatan awal, langkah-langkah yang dilakukan adalah guru menyiapkan siswa agar siap menerima pembelajaran dengan baik. Kegiatan ini berupa pemberian ilustrasi mengenai pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu, , dan media yang digunakan. Selanjutnya, guru menyampaikan tujuan/kompetensi serta manfaat pembelajaran menulis petunjuk yang dicapai pada hari itu. Tahap berikutnya yakni kegiatan inti, kegiatan pembelajaran menulis petunjuk dilakukan dengan langkah (1) guru menunjukkan poster yang bertuliskan Petunjuk Pembuatan Teh Tradisional untuk diperhatikan dan dipahami siswa, (2) guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang materi petunjuk berdasarkan poster yang ditunjukkan pada siklus I dan siklus II, (3) guru dan siswa membahas materi tentang menyunting petunjuk tertulis, (4) guru member motivasi kepada siswa, khususnya kepada siswa yang kurang, bahkan belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir. Kegiatan pembelajaran menulis petunjuk ditutup dengan guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang baru saja dilakukan dan siswa merefleksi kegiatan pembelajaran pada hari itu.
Pada pertemuan kedua, dimulai pada tahap kegiatan awal, langkah yang dilakukan adalah guru menyiapkan siswa agar siap menerima pembelajaran dengan baik dan menyampaikan tujuan/kompetensi serta manfaat pembelajaran menulis petunjuk yang dicapai pada hari itu. Selanjutnya, pada tahap inti dilakukan kegiatan pembelajaran menulis petunjuk yang dilakukan dengan langkah (1) guru mengingatkan kembali tentang materi pertemuan sebelumnya dan melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari tersebut, (2) guru memberikan sebuah topik kepada siswa untuk dibuat sebuah petunjuk tertulis, (3) siswa mencatat informasi yang penting berdasarkan topik tersebut, (4) secara individu siswa menulis petunjuk berdasarkan informasi yang diperolehnya,  (5) guru memilih hasil terbaik dari masing-masing kelompok untuk dipresentasikan di depan kelas, (6) guru memberikan motivasi kepada siswa, khususnya kepada siswa yang kurang, bahkan belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir. Kegiatan pembelajaran menulis petunjuk pada pertemuan kedua ditutup dengan guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang baru saja dilakukan dan merefleksi kegiatan pembelajaran pada hari itu.

            3.1.8 Observasi
Observasi yang dilakukan pada siklus II masih sama dengan observasi pada siklus I. Tahap observasi siklus II dilaksanakan saat proses pembelajaran menulis petunjuk  berlangsung.  Pengamatan  dilakukan  untuk mengetahui  aktivitas  siswa  dan keaktifan  siswa  dari  awal  sampai  akhir  pembelajaran.  Dalam proses observasi, data diperoleh melalui data tes dan nontes. Observasi melalui data tes dilakukan untuk mengetahui hasil tes keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan metode investigasi kelompok dan media video pembelajaran, sedangkan data nontes dilakukan untuk mengetahui perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung, yaitu dengan pelaksanaan observasi, wawancara, catatan harian, sosiometri, dan perekaman/dokumentasi foto.

            3.1.9 Refleksi

Refleksi  pada  siklus  II  dilakukan  untuk  mengetahui  peningkatan kemampuan menulis petunjuk siswa dan perilaku siswa setelah dilakukan tindakan perbaikan pada siklus II. Refleksi ini juga digunakan untuk mengetahui keefektifan penerapan media poster dalam menulis petunjuk melakukan sesuatu. Hasil tes keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus I. Hasil yang diperoleh pada siklus II sudah mencapai target ketuntasan yang diharapkan, yaitu sebesar 75. Hal ini juga diiringi dengan peningkatan perilaku siswa ke arah positif. Pembelajaran yang dilakukan pada siklus II ini merupakan tindakan perbaikan dari pembelajaran siklus I. Pada siklus I masih banyak ditemui kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa. Kesulitan tersebut kemudian dicarikan jalan keluarnya untuk kemudian diterapkan pada pembelajaran siklus II. Berdasarkan hasil tes dan nontes pada siklus II, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada siklus II sudah berhasil, maka tidak perlu dilakukan perbaikan pada pembelajaran berikutnya.

4.1 Sumber Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber antara lain:
1. Siswa
Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. 
2. Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran eningkatan keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster pada siswa autis ringan kelas IV di SDN Inklusi Pelita Bangsa Kabupaten Lumajang
3.      Teman sejawat dan kolaborator
Teman sejawat dan kolaborator dimaksudkan sebagai sumber data untuk melihat implementasi PTK secara komprehensif, baik dari sisi guru maupun siswa.

5.1 Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian agar mencapai tujuan yang diharapkan. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berupa instrumen tes dan nontes. Instrumen tes berisi soal uraian yang harus dikerjakan oleh siswa pada akhir kegiatan pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu. Instrumen nontes berupa lembar observasi, pedoman wawancara, catatan harian, angket sosiometri, dan alat perekaman.

5.1.1 Instrumen Tes
Data penelitian tindakan kelas ini diperoleh dengan cara diadakannya tes. Bentuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes menulis petunjuk melakukan sesuatu yang dibuat oleh peneliti. Tes menulis petunjuk melakukan sesuatu ini dilakukan pada siklus I dan siklus II. Skor penilaian mengacu pada aspek-aspek yang telah ditentukan oleh peneliti.
Tes adalah salah satu alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang bersifat abstrak, tidak kasat mata, atau tidak konkret. Dari tes diperoleh skor yang bersifat kuantitatif yang selanjutnya dapat ditafsirkan dalam tahap evaluasi. Dalam penelitian ini digunakan tes tertulis yang sesuai dengan materi yang dipelajari, yaitu menulis petunjuk melakukan sesuatu. Agar pelaksanaan tes lebih mudah maka diperlukan instrumen atau alat bantu berupa kriteria atau pedoman penilaian. Penilaian tersebut harus menunjukkan pencapaian indikator yang telah ditentukan. Indikator akhir/inti dalam pembelajaran menulis petunjuk adalah siswa mampu menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat dan menggunakan bahasa yang efektif. Adapun kriteria yang digunakan dalam menentukan nilai menulis petunjuk melakukan sesuatu meliputi (1) kejelasan petunjuk, (2) ketepatan urutan langkah-langkah petunjuk, (3) penggunaan ejaan, (4) keefektifan kalimat, (5) kesesuaian bahasa yang digunakan dengan sasaran petunjuk, dan (6) kemenarikan tampilan petunjuk.
Tabel 1 Skor Penilaian Keterampilan Menulis Petunjuk Melakukan Sesuatu

No.
Aspek Penilaian
Skor Maksimal



1.
Kejelasan petunjuk
20
2.
Ketepatan urutan langkah-langkah petunjuk
20
3.
Penggunaan ejaan
10
4.
Keefektifan kalimat
20
5.
Kesesuaian bahasa yang digunakan dengan
20

sasaran petunjuk

6.
Kemenarikan tampilan petunjuk
10




Jumlah
100




Berdasarkan tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa skor penilaian keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu mengacu pada beberapa aspek. Aspek penilaian tersebut meliputi kejelasan petunjuk, ketepatan urutan langkah-langkah petunjuk, penggunaan ejaan, keefektifan kalimat, kesesuaian bahasa yang digunakan dengan sasaran petunjuk, dan kemenarikan tampilan petunjuk. Petunjuk yang dibuat oleh tiap-tiap siswa dianalisis, sedangkan untuk memperoleh nilai rata-rata siswa yaitu dengan penggabungan nilai akhir dari petunjuk yang dibuat oleh setiap siswa. Adapun penilaian tes keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Menulis Petunjuk Melakukan Sesuatu

No.
Aspek Penilaian
Bobot
Skor
Kategori
Kriteria






1.
Kejelasan petunjuk

5
Sangat
Semua unsur

a. Tidak


baik
terpenuhi, mudah

membingungkan



dipahami.

dan mudah

4
Baik
4 unsur terpenuhi dan

diikuti.



mudah dipahami.

b. Diksi/bahasa

3
Cukup
3 unsur terpenuhi dan

yang digunakan



mudah dipahami.

dan keruntutan

2
Kurang
2 unsur terpenuhi dan

uraian.



dapat dipahami.

c. Menggunakan
4
1
Sangat
1 unsur terpenuhi dan

nomor urut untuk

kurang
tidak dapat dipahami.




membedakan





antarlangkah.





d. Menggunakan





istilah-istilah





yang lazim.





e. Petunjuk





dilengkapi





dengan unsur





gambar.










2.
Ketepatan urutan

5
Sangat
5 langkah urut. Urutan

langkah-langkah


baik
langkah-langkahnya

petunjuk



tepat.


4
4
Baik
4 langkah urut.


3
Cukup
3 langkah urut.






2
Kurang
2 langkah urut.



1
Sangat
Hanya ada 1 langkah.




kurang
Urutan langkahnya














tidak tepat.






3.
Penggunaan ejaan

5
Sangat
Semua unsur

a. Ejaan (huruf)


baik
terpenuhi.

sesuai EYD.





b. Tanda baca

4
Baik
Tiga unsur terpenuhi.

sesuai dengan





EYD.

3
Cukup
Dua unsur terpenuhi.

c. Tanda baca tepat.





d. Penggunaan
2
2
Kurang
Satu unsur terpenuhi.

tanda baca dapat









memperjelas

1
Sangat
Semua unsur tidak

maksud


kurang
terpenuhi.

petunjuk.










4.
Keefektifan kalimat

5
Sangat
Semua unsur

a. kalimat pendek


baik
terpenuhi.

tepat/tidak

4
Baik
Tiga unsur terpenuhi.

panjang.
4
3
Cukup
Dua unsur terpenuhi.

b. mudah dipahami

2
Kurang
Satu unsur terpenuhi.

c. tidak mubazir

1
Sangat
Semua unsur tidak

d. komunikatif


kurang
terpenuhi.






5.
Kesesuaian bahasa

5
Sangat
5 unsur terpenuhi.

yang digunakan


baik


dengan sasaran



4 unsur terpenuhi.

petunjuk

4
Baik


a. Singkat



3 unsur terpenuhi

b. Informatif
4
3
Cukup


c. Logis


2 unsur terpenuhi





d. Langsung

2
Kurang


menuju hal-hal



1 unsur terpenuhi

yang akan

1
Sangat


dilakukan.


kurang


e. Sistematis










6.
Kemenarikan

5
Sangat
Semua unsur terpenuhi

tampilan petunjuk


baik
dan tampilan sangat

a. Dilengkapi



menarik.

dengan gambar
2
4
Baik
Semua unsur

yang sesuai
3
Cukup
terpenuhi.



dengan petunjuk.

2
Kurang
2 unsur terpenuhi

b. Tampilan bersih.



Hanya 1 unsur yang

c. Tampilan

1
Sangat
terpenuhi









Berdasarkan tabel 2 tersebut dapat diketahui bahwa skor penilaian menulis petunjuk melakukan sesuatu mengacu pada beberapa aspek seperti yang sudah disebutkan pada tabel sebelumnya. Penilaian tiap-tiap aspek terdiri atas lima kategori, yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang. Kriteria penilaian setiap aspek juga berbeda-beda. Pada aspek kejelasan petunjuk, ketepatan langkah-langkah petunjuk, keefektifan kalimat, dan kesesuaian bahasa yang digunakan dengan sasaran petunjuk mempunyai rentang skor yang sama dengan perolehan skor maksimal 20. Adapun untuk aspek penggunaan ejaan dan aspek kemenarikan tampilan petunjuk, mempunyai rentang skor yang sama dengan perolehan skor maksimal 10. Adapun kategori penilaian keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 3 Kategori Penilaian Keterampilan Menulis

Petunjuk Melakukan Sesuatu

No.
Kategori
Rentang Nilai



1.
Sangat baik
85-100
2.
Baik
70-84
3.
Cukup
60-69
4.
Kurang
50-59
5.
Sangat kurang
0-49




Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat diketahui bahwa kategori penilaian keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dibagi menjadi lima kategori dengan rentang nilai yang berbeda. Nilai yang termasuk dalam kategori sangat baik jika nilai yang diperoleh berkisar 85-100. Kategori baik jika nilai yang diperoleh berkisar 70-84. Kategori cukup jika nilai yang diperoleh berkisar 60-69. Adapun untuk nilai yang termasuk dalam kategori kurang jika nilai yang diperoleh berkisar 50-59. Jika nilai yang diperoleh berkisar 0-49, maka termasuk kategori sangat kurang.
Berdasarkan pada penilaian itu, peneliti dapat mengetahui hasil tes siswa dalam menulis petunjuk melakukan sesuatu. Tes dilakukan satu kali untuk tiap siklusnya, yaitu dilaksanakan pada akhir siklus. Apabila dalam siklus I hasilnya masih kurang atau belum sesuai dengan target yang ditetapkan, maka diadakan tindakan siklus II.
5.1.2 Instrumen Nontes
Instrumen nontes merupakan instrumen yang digunakan sebagai pelengkap atau pendukung dalam pelaksanaan penelitian. Bentuk instrumen penelitian nontes digunakan untuk mengetahui perkembangan kemampuan siswa, proses pembelajaran, dan tanggapan siswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan selama mengikuti pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan metode investigasi kelompok dan media video pembelajaran. Dengan adanya instrumen ini, data yang diperoleh lebih valid atau sah. Bentuk instrumen nontes dalam penelitian ini terdiri atas lembar observasi, pedoman wawancara, lembar catatan harian, angket sosiometri, dan alat perekaman (kamera).

            5.1.3 Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data mengenai perubahan perilaku siswa. Lembar observasi ini berisi daftar jenis kegiatan yang akan diamati dalam berlangsungnya proses pembelajaran pada penelitian ini. Hal yang diamati adalah aktivitas dan keaktifan siswa saat pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan metode investigasi kelompok dan media video pembelajaran. Sasaran yang diamati terfokus pada perubahan perilaku siswa berupa perilaku positif dan perilaku negatif dalam pelaksanaan pembelajaran menulis petunjuk yang terdapat pada siklus I dan siklus II.
Langkah pelaksanaan observasi adalah observer memberi tanda check list (√) pada kolom yang sesuai dengan keadaan yang diamati, yaitu keadaan siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga diperoleh suatu gambaran respons siswa pada pelaksanaan pembelajaran. Hal itu juga dilakukan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu setelah diterapkannya metode investigasi kelompok dan media video pembelajaran dalam meningkatkan aktivitas siswa.

            5.1.4 Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data, salah satunya tentang kemudahan dan kesulitan siswa dalam pembelajaran menulis petunjuk dengan strategi yang digunakan guru sebelumnya. Pedoman wawancara dibuat oleh peneliti dan ditanyakan kepada siswa yang berkaitan dengan variabel penelitian yaitu proses menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster. Wawancara hanya dilakukan pada siswa tertentu saja, yaitu siswa yang tesnya memperoleh nilai tinggi, sedang, dan rendah. Adapun hal-hal yang diungkap dalam wawancara adalah (1) minat tidaknya atau senang tidaknya siswa dengan pembelajaran menulis petunjuk, (2) kesulitan yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran menulis petunjuk beserta penyebabnya, (3) pendapat siswa mengenai pembelajaran menulis petunjuk dengan media poster.

5.1.5 Alat Perekaman (Kamera)

Alat perekaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera. Alat perekaman (kamera) digunakan untuk mendapatkan dokumentasi yang berupa gambar (foto) yang digunakan sebagai instrumen nontes dalam penelitian tindakan kelas. Gambar (foto) sengaja dipilih sebagai alat pemerkuat hasil penelitian selain instrumen nontes lainnya. Dengan gambar (foto), semua proses penelitian dapat ditampilkan dan perilaku siswa dalam menerima pembelajaran pada siklus I dan siklus II dapat dideskripsikan. Gambar (foto) bertujuan untuk merekam keruntutan semua kegiatan dalam proses pembelajaran dari awal sampai akhir pembelajaran sehingga penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Kegiatan yang didokumentasikan dalam penelitian ini yaitu (1) kegiatan siswa pada awal pembelajaran/ketika memperhatikan penjelasan guru, (2) kegiatan siswa ketika memperhatikan guru saat pembelajaran menulis petunjuk, (3) kegiatan siswa ketika menulis petunjuk, dan (5) kegiatan siswa ketika mempresentasikan di depan kelas. Dalam pengambilan foto, peneliti dibantu oleh seorang teman sejawat. Pengambilan foto dilakukan ketika siswa dan peneliti dalam kondisi berlangsungnya pembelajaran, sehingga pengambilan foto dapat terlaksana dengan baik.

6.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data adalah cara yang digunakan untuk mengambil data penelitian. Banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan dalam penelitian ini. Teknik pengambilan data pada penelitian tindakan kelas ini berupa teknik tes dan teknik nontes.

6.1.1 Teknik Tes
Untuk memperoleh data yang akurat, digunakan teknik pengumpulan data dengan tes. Data tes diambil melalui penilaian tes praktik menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat dan menggunakan bahasa yang efektif. Tes dilakukan pada akhir kegiatan pembelajaran menulis petunjuk dengan memperhatikan alokasi waktu yang tersedia. Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengukur tingkat keterampilan siswa dalam menulis petunjuk melakukan sesuatu. Bentuk soal berupa soal uraian yang berjumlah satu nomor dengan memperhatikan enam aspek yang telah ditentukan. Aspek pertama untuk kejelasan petunjuk dengan skor maksimal 20, aspek kedua untuk ketepatan urutan langkah-langkah petunjuk dengan skor maksimal 20, sedangkan untuk aspek ketiga penggunaan ejaan dengan skor maksimal 10. Aspek keempat untuk keefektifan kalimat dengan skor maksimal 20, skor maksimal 20 juga berlaku untuk aspek kelima yaitu kesesuaian bahasa yang digunakan dengan sasaran petunjuk. Skor maksimal 10 juga tidak hanya berlaku untuk aspek ketiga melainkan berlaku untuk aspek keenam, yaitu kemenarikan tampilan petunjuk. Jika keenam aspek dijumlahkan, maka diperoleh skor 100 yang merupakan nilai tertinggi untuk tes menulis petunjuk melakukan sesuatu.


6.1.2 Teknik Nontes
Teknik nontes yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini meliputi observasi, wawancara, catatan harian, sosiometri, dan dokumentasi foto/perekaman.
6.1.3 Observasi
Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang perilaku siswa selama mengikuti pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster , baik yang berlangsung pada siklus I maupun siklus II. Teknik pengambilan data dengan observasi dilakukan dengan Tahapan dalam observasi, yaitu (1) mempersiapkan lembar observasi yang berisi butir-butir sasaran pengamatan tentang keaktifan siswa saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (2) observer melakukan pengamatan  selama  proses  pembelajaran            yaitu  mulai  dari  tahap  awal  hingga  akhir pembelajaran, dan (3) observer mencatat hasil observasi dengan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan.
6.1.4 Wawancara
Teknik  wawancara  digunakan  untuk  mengetahui  respons  siswa  dan mengungkapkan data penyebab kesulitan dalam pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster. Wawancara dilakukan terhadap siswa yang hasil tesnya termasuk kategori baik dan kurang baik. Wawancara dilaksanakan setelah pembelajaran berakhir, baik pada siklus I maupun siklus II. Wawancara dilakukan di luar jam pelajaran, hal itu dikarenakan agar pembelajaran yang berlangsung di kelas tidak terganggu dan siswa lebih terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan wawancara yaitu (1) mempersiapkan lembar wawancara yang berisi daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada siswa, (2) menentukan siswa yang hasil tesnya mendapat nilai tinggi, sedang, dan rendah, dan (3) melakukan wawancara terhadap siswa.

            6.1.5 Dokumentasi/Perekaman

Dokumentasi/perekaman  yang  digunakan  pada  penelitian  ini  bertujuan untuk mendapatkan data nontes yang berupa gambar yang diambil peneliti pada proses pembelajaran siklus I maupun siklus II. Peneliti memilih dokumentasi foto sebagai alat pemerkuat hasil penelitian selain data nontes lainnya. Pengambilan gambar ini dapat dijadikan gambaran perilaku siswa dalam penelitian.
Pengambilan dokumen foto dalam penelitian ini meliputi aktivitas aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu, yaitu (1) pada awal pembelajaran/ketika memperhatikan penjelasan guru, (2) ketika memperhatikan pembelajaran tentang menulis petunjuk, (3) ketika menulis petunjuk melakukan sesuatu, dan (4) ketika mempresentasikan pekerjaannya didepan kelas. Foto yang diambil sebagai sumber data dapat memperjelas data yang lain. Hasil dari pengambilan data ini dideskripsikan dan dipadukan dengan data yang lain. Selain itu, dokumentasi juga berfungsi sebagai sarana untuk menjelaskan keruntutan proses penelitian dari awal sampai akhir sehingga penelitian peningkatan keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster dapat dipertanggungjawabkan dan benar serta nyata dilakukan oleh peneliti tanpa rekayasa.

7.1 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini diperoleh data kuantitatif dan data kualitatif. Data penelitian yang telah terkumpul, kemudian dianalisis untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian. Analisis data pada penelitian tindakan kelas ini menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif, dengan penjelasan sebagai berikut.

7.1.1 Teknik Kuantitatif
Teknik kuantitatif dipakai untuk menganalisis data kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan siswa setelah mengikuti pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster. Data kuantitatif ini diperoleh dari hasil tes menulis petunjuk yang dikerjakan siswa pada prasiklus, siklus I dan siklus II. Penilaian didasarkan pada kriteria yang telah ditentukan. Siswa dinyatakan berhasil dalam pembelajaran menulis petunjuk jika nilai yang dicapai sesuai dengan KKM, yaitu sebesar 75. Siswa yang memperoleh nilai minimal 75 dinyatakan tuntas, sedangkan yang nilainya di bawah 75 dinyatakan belum tuntas. Untuk memperoleh nilai pada tiap aspek penilaian, nilai tiap siswa dijumlahkan kemudian dibagi jumlah siswa. Selanjutnya, untuk mengetahui persentase perolehan nilai digunakan rumus sebagai berikut.
Persentase keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu =    N x 100 %
                                                                                                             S

Keterangan:
∑ N : nilai kumulatif yang diperoleh siswa
S :jumlah siswa
Hasil penghitungan persentase dari hasil tes menulis petunjuk melakukan sesuatu pada siklus I dan siklus II dibandingkan. Hasil ini akan memberikan deskripsi mengenai persentase peningkatan keterampilan siswa setelah mengikuti pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster.
7.1.2 Teknik Kualitatif
Teknik kualitatif digunakan untuk menganalisis data-data kualitatif. Data kualitatif ini diperoleh dari data nontes yang berupa observasi, wawancara, catatan harian, sosiometri, dan dokumentasi/perekaman. Data-data tersebut diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspek yang dijadikan fokus analisis dan deskripsi secara mendetail. Selanjutnya, dikaitkan dengan data kuantitatif sebagai dasar untuk mendeskripsikan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Data yang diperoleh dari siklus I dan siklus II dibandingkan dengan cara melihat hasil tes dan nontes sehingga akan dapat mengetahui adanya perubahan perilaku siswa ke arah positif dan peningkatan dalam pembelajaran keterampilan menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan media poster.






DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar, 1997.Media Pembelajaran, Cet. 1, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Supriatna, dadang.2009.Pengenalan Media Prembelajaran Bahan ajar untuk Diklat E-Training PPPPTK TK dan PLB,  Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak Kanak Dan Pendidikan Luar Biasa.
Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Mudini. 2009. Pembelajaran Menulis. Jakarta: Jaya Karsa.
Tarigan, Henry Guntur.1994. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Bahasa.Bandung: Angkasa.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar